Sebanyak tiga di antara 23 kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur lebih dominan menjual kepariwisataan kepada investor untuk menanamkan modalnya karena kunjungan yang membaik, kata Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal NTT Semuel Rebo.
"Ketiga kabupaten yang dominan membuka pintu investasi untuk jasa pariwisata terutama perhotelan dan akomodasi itu adalah Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat, Ba'a Kabupaen Rote Ndao, dan Kota Kupang," katanya di Kupang, Rabu (5/10/2016).
Ia mengatakan dominannya investasi di sektor itu di tiga kabupaten tersebut adalah hal yang wajar karena meningkatnya kunjungan wisatawan dari waktu ke waktu.
"Maraknya kunjungan ini telah berdampak bagi pergerakan perekonomian masyarakat lokal dan bisa menambah pendapatan daerah dari sektor pariwisata seperti usaha perhotelan, transportasi, kuliner, kerajinan tangan dan lainnya yang digeluti masyarakat lokal bertumbuh karena sejalan dengan kebutuhan para wisatawan," katanya.
Di usaha perhotelan, kata dia, sektor akomodasi dan makan minum sebagai salah satu indikator pertumbuhan pariwisata provinsi itu pada 2015 berkontribusis Rp487 miliar atau 0,6 persen dari total PDRB NTT.
"Pangsa sektor akomodasi dan makan minum Provinsi NTT yang merupakan salah satu indikator pariwisata suatu daerah yaitu Rp487 miliar atau 0,6 persen dari total PDRB NTT," katanya.
Sektor lain yang tidak kalah menariknya, ujarnya, adalah pertanian dan perkebunan.
Menurut dia, ada enam anak perusahaan dari PT Djarum Indonesia yang sudah memulai investasi di bidang tersebut di Pulau Sumba.
Perusahan-perusahaan tersebut sedang membangun infrastruktur untuk perkebunan tebu, cengkih, jarak, dan tembakau.
"Perkebunan cengkih dan perkebunan tebu di Sumba Timur. Itu investasi besar. Rencana investasi sebesar Rp4 triliun. Dia mau bangun dengan pabriknya sekaligus," katanya.
Dia menjelaskan perkebunan tebu sudah mulai sejak 2014 dan saat ini sudah melakukan pembibitan tebu seluas 300 hektare.
Ia mengakui keseriusan perusahaan tersebut karena sudah membangun sejumlah reservoir untuk penampungan air.
"Kan bibit tebu sudah 300 hektare, jadi nanti lahannya dikali enam jadinya 2.100 hektare. Lalu nanti kali enam lagi jadinya 12.000. Kalau sudah sampai 10.000, dia manfaatkan pabriknya," katanya.
Di bidang kelautan dan perikanan, Semuel menyebut investasi yang lebih diincar adalah garam dan rumput laut. Saat ini PT Garam sudah membangun konstruksi pabrik di Bipolo Kabupaten Kupang. Demikian pula di Rote sedang dibangun pabrik untuk ekstrakasi garam.
"Yang belum berjalan itu (pabrik garam, red.) di Kabupaten Malaka karena masih menunggu perda tentang tata ruang wilayah. Kalau di Malaka itu jadi maka akan menjadi yang paling besar karena nilai investasinya mencapai Rp1 triliun," katanya.
Untuk rumput laut, saat ini pihaknya sedang membangun komunikasi dengan salah satu investor yang ingin membangun pabrik pengolahan rumput laut.
Saat ini, katanya, sudah ada dua pabrik rumput laut, yakni di Sumba Timur dengan kapasitas 15 ton per hari dan di Sabu Raijua dengan kapasitas 10 ton per hari. (Ant)
"Kita butuh tambahan pabrik karena produksi petani sangat besar, namun harganya sering jatuh," kata dia.
Ia mengharapkan pada tahun ini nilai investasinya minimal sama dengan tahun lalu yang Rp3 trilun.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: