Guru Besar Ilmu Administrasi Pajak Universitas Indonesia, Gunadi, menegaskan bahwa ketentuan Pasal 1 angka 1 UU Amnesti Pajak tidak bisa diartikan bahwa deklarator amnesti pajak terbebas dari semua jenis sanksi pidana.
"Tidak bisa diartikan sebagai secara implisit amnesti pajak membebaskan deklarator amnesti pajak dari semua jenis pidana," ujar Gunadi di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Selasa (1/11/2016).
Hal itu dia katakan ketika memberikan keterangan sebagai ahli dari pihak Pemerintah dalam sidang uji materi Undang Undang Amnesti Pajak di Mahkamah Konstitusi.
Adapun Pasal 1 angka 1 UU Amnesti Pajak menyebutkan bahwa pembebasan sanksi pidana terbatas pada bidang perpajakan.
Ketentuan tersebut dikatakan oleh Gunadi memang tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyidikan atau penyelidikan.
"Tetapi harus dipahami hanya terbatas sebagai melarang data dan informasi dari pengampunan pajak yang dijadikan sebagai sumber penegakan hukum," ujar Gunadi.
Lebih lanjut Gunadi menjelaskan bahwa sanksi pidana selain pajak tidak diampuni, maka tindakan hukumnya tetap dapat dilakukan.
"Namun tindakan hukumnya harus berdasar data dan informasi lain, selain dari yang dipakai dalam rangka amnesti pajak," pungkas Gunadi.
Seluruh pemohon menilai bahwa Undang Undang Nomor 11 Tahun 2016 ini bersifat diskriminatif bagi seluruh warga negara karena seolah-olah melindungi para pengemplang pajak dari kewajibannya membayar pajak.
Ketentuan tersebut juga dinilai memberikan hak khusus secara eksklusif kepada pihak yang tidak taat pajak berupa pembebasan sanksi administrasi, proses pemeriksaan, dan sanksi pidana.
Para pemohon kemudian meminta MK mengabulkan permohonan mereka dengan menyatakan Pasal 1 angka 1, Pasal 3 ayat (3), Pasal 4, Pasal 21 ayat (2), Pasal 22 dan Pasal 23 ayat (2) UU Amnesti Pajak tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan UUD 1945. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait: