Deputi Bidang Usaha Energi Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah mengatakan penambahan penyertaan modal akan memberikan holding migas untuk meningkatkan kapasitas investasi sebesar 36,2 miliar dolar AS dalam jangka waktu 15 tahun ke depan.
"(Perkiraan peningkatan kapasitas investasi) ini hitungan proyeksi kita sampai tahun 2030," kata Edwin Hidayat Abdullah dalam acara Seminar bertajuk Menempatkan Holding BUMN dalam Kerangka Energi yang Berkesinambungan di Jakarta, Kamis (3/11/2016).
Menurut Edwin, dengan melakukan holding migas yaitu penggabungan Pertamina dan PGN, maka akan mengingkatkan efisiensi, dan bila jadi dilakukan maka di sektor hulu koordinasi suplai akan dilakukan oleh Pertamina, setelah itu pembangunan infrastruktur mulai dari transmisi hingga distribusi dilakukan oleh PGN.
Selain itu, ujar dia, dengan adanya pembentukan holding migas, aset Pertamina diperkirakan ke depannya juga dapat mencapai 72,4 miliar dolar AS. Secara keseluruhan, holding BUMN itu memiliki manfaat yaitu menekan biaya dengan mencapai sinergi biaya dan keekonomian, meningkatkan posisi pembiayaan melalui gabungan aset, serta meningkatkan kapasitas investasi dan kemandirian finansial guna mengembangkan ke dalam bisnis hilir.
Holding BUMN migas, lanjutnya, juga dinilai bakal menumbuhkan usaha dan diversifikasi, serta meningkatkan profit risiko secara keseluruhan, dan berbagai praktek terbaik dalam berbagai aspek pengelolaan lainnya.
Edwin mengemukakan, saat ini peraturan pemerintah terkait dengan penempatan modal negara di BUMN sudah diproses di Sekretariat Negara dan bila sudah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo, maka proses pembentukan holding ini juga bisa dipercepat.
Pembicara lainnya yaitu Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang ESDM Sammy Hamzah mengatakan secara pribadi mempertanyakan apa sebenarnya tujuan pemerintah dalam melakukan "merger" tersebut.
Sammy mengingatkan bahwa langkah seperti merger dan akuisisi harus mempertimbangkan tiga aspek, yaitu dalam kontes vertikal seperti sinergitas antarperusahaan, konteks horizontal yaitu pengembangan pasar, serta dalam hal finansial atau pendanaan.
Sementara itu, Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri mengingatkan bahwa rencana penggabungan holding BUMN migas itu sebenarnya tidak boleh hanya sebatas aksi korporasi karena kebijakan pemerintah juga dipengaruhi oleh teknokrat, birokrat dan politisi.
Faisal Basri memaparkan kronologis inisiatif holding migas awalnya karena Presiden Joko Widodo menyoroti mengapa harga gas di Indonesia nisbi mahal, sedangkan pertemuan, rapat lintas sektoral dan koordinasi lintas instansi tak kunjung membuahkan hasil. Bahkan Presiden Jokowi, ujar Faisal, juga mengingatkan dengan ultimatum agar harga gas dapat segera turun khususnya untuk industri strategis.
Namun, Faisal mempertanyakan karena kronologis setelahnya muncul konsep holding yang dinilai sangat saran dengan skenario potensi impor gas yang cukup besar mulai tahun 2019. Dengan hanya 13 dari 74 trader gas yang memiliki fasilitas sehingga pengguna akhir kerap harus beli gas dari "calo", Faisal juga menegaskan agar Indonesia jangan dikuasai pemburu rente yang mendapakan manfaat dari sistem kroni-kapitalisme. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo