Badan Moneter Internasional (IMF) setuju memberi pinjaman kepada Mesir sebesar US$12 miliar untuk jangka waktu tiga tahun. Pinjaman tersebut diberikan IMF guna membantu Mesir keluar dari krisis ekonomi yang mendalam.
Mengutip BBC di Jakarta, Minggu (13/11/2016), Gubernur Bank Sentral Mesir (CBE) Tarek Amer mengatakan bahwa Mesir telah menerima pinjaman pendahuluan US$2,75 miliar dari IMF. Sementara, sisanya akan tergantung pada kinerja ekonomi negara dan pelaksanaan reformasi.
Mesir mencapai kesepakatan awal dengan IMF pada pinjaman US$12 miliar pada Agustus, sebuah langkah yang dilihat oleh banyak ahli sebagai langkah yang diperlukan untuk membantu perekonomian yang sakit di negara tersebut.
Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde mengatakan bailout tersebut akan membantu Mesir yang telah berjuang untuk bertahan hidup dari resesi ekonomi parah yang menyebabkan penurunan cadangan devisa, peningkatan defisit anggaran sebesar 12 persen dari PDB, serta tingkat pengangguran yang tinggi.
Sementara itu, IMF mengatakan pinjaman tersebut merupakan dukungan bagi program reformasi pemerintah, yang bertujuan untuk memperbaiki ketidakseimbangan eksternal dan mengembalikan daya saing, menempatkan defisit anggaran dan utang publik di jalur menurun, meningkatkan pertumbuhan, dan menciptakan lapangan kerja sekaligus melindungi kelompok rentan
"Program reformasi akan membantu Mesir memulihkan stabilitas makroekonomi dan meningkatkan pertumbuhan inklusif," kata dewan eksekutif IMF dalam sebuah pernyataan.
Minggu lalu, CBE mengumumkan devaluasi pound Mesir sebesar 48 persen yang akan memungkinkan pound mengambang di pasar keuangan berdasarkan penawaran dan permintaan.
Langkah itu merupakan salah satu daftar reformasi yang dirancang untuk memperkuat kepercayaan dalam perekonomian dan dimaksudkan untuk membatasi kenaikan dan penurunan dolar AS, mendorong investasi asing dan memenuhi persyaratan utama IMF agar Mesir bisa memperoleh dana talangan (bailout).
Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi menyatakan ingin mendorong reformasi ekonomi di negaranya. Panglima militer Mesir yang naik takhta pada tahun 2014 tersebut mengatakan bahwa langkah reformasi ekonomi sangat diperlukan guna memacu kembali perekonomian Mesir usai gejolak Arab Springs.
Perekonomian Mesir mengalami guncangan sejak pergolakan tahun 2011 yang menggulingkan Husni Mubarak, diwarnai dengan tingginya inflasi dan kelangkaan mata uang asing, serta anjloknya investasi. Yang lebih buruk lagi, serangan teror dan kecelakaan pesawat membuat industri pariwisata Mesir menjadi lumpuh.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo