Maraknya ekspor komoditi kelapa mentah, memukul industri pengolahan kelapa dalam negeri. Langkah pembeli-pembeli dari luar negeri yang langsung membeli kelapa mentah dengan harga tinggi ke perkebunan-perkebunan rakyat dianggap menyalahi aturan serta menyebabkan pabrik-pabrik lokal tidk mampu bersaing. Ekspor komoditi mentah ini dinilai merugikan Indonesia, karena tidak ada nilai tambah yang didapatkan. Jika tidak dikendalikan, industri di dalam negeri akan mengalami kekurangan bahan baku.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Produksi PT Platinum Perkasa Indonesia (PPI) Mahmudi. Perusahaan eksportir briket arang kelapa ini meminta agar pemerintah membuat regulasi terkait hal tersebut. ?Indonesia tidak mendapatkan nilai tambah jika ekspor buah kelapa yang belum diolah masih terus berlangsung. Kami berharap agar buah kelapa mentah ?diperlakukan seperti komoditi tambang dan mineral yang raw materialnya diatur oleh regulasi untuk ekspor,? ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (20/11/2016).
Tenggara, saat ini Filipina sudah menerapkan larangan ekspor buah kelapa mentah untuk melindungi industri pengolahan kelapa dalam negeri.
PT Platinum Perkasa Indonesia (PPI) merupakan eksportir briket arang kelapa yang saat ini agresif mengembangkan bisnisnya. Beberapa waktu lalu, Investa Stellar Dana Kelola (ISDK) perusahaan Private Equity asal Indonesia menyuntikkan dana invetasi ke PPI, sehingga eksportir ini mampu meningkatkan kapasitas produksi dan memperluas pasar ekspor. ?Kami berharap agar pemerintah secepatnya membuat regulasi,? lanjut Mahmudi.
Saat ini, Platinum Perkasa Indonesia memiliki dua pabrik pembuatan briket arangkelapa di Cikunir, Bekasi, yang turut memberdayakan masyarakat sekitar, khususnya ibu rumah tangga.
Data Kementerian Pertanian menyebutkan, pada 2016 ?luas areal tanaman kelapa di Indonesia mencapai 3,6 juta hektar dan masyarakat yang mengelola areal tanaman kelapa mencapai 3,5 juta hektar. ?Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, selama April 2016 Indonesia mengimpor 54,4 ton kepala dengan nilai 59 ribu dolar AS. Sementara data asosiasi industri pengolahan kelapa nasional menyebutkn, pada 2015 total kebutuhan kelapa secara nasional mencapai 14,63 miliar butir kelapa atau senilai 3,53 miliar dolar Amerika Serikat.
Untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga sebanyak 1,53 miliar butir kelapa. Sedangkan sekitar 66 persen dipergunakan untuk bahan baku industri pengolahan. Sedangkan kebutuhan pasar ekspor mencapai 3,5 miliar butir atau 24 persen dari total kebutuhan. Sementara untuk rata-rata produksi kelapa per tahun diperkirakan 12,9 miliar butir kelapa.
?Pemerintah diharapkan mendukung industri dalam negeri, karena kami membuat produk olahan kelapa yang bernilai tambah tinggi. Karena dengan olahan didalam negeri, maka multiplier effect seperti pemberdayaan masyarakat untuk bekerja di pabrik dan turunan lainnya, akan tercapai. Kalau hanya ekspor mentah, takkan ada nilai tambah,? tutup Mahmudi.?
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Vicky Fadil
Editor: Vicky Fadil