Jumlah produksi hasil susu perah di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah menurun drastis hingga 50 persen sejak 10 tahun terakhir.
Ketua Koperasi Unit Desa (KUD) Mojosongo Umbul Sentosa mengatakan "Produksi susu sapi perah terus menurun, karena kurangnya perhatian dari pemerintah, juga pemahaman dari para peternak tentang tata kelola yang baik," katanya ketika mengadakan kunjungan kepada para peternak sapi di Boyolali, Rabu (23/11/2016).
Ia menyebutkan banyak faktor yang mempengaruhi tren penurunan tersebut, di antaranya semakin menurunnya harga jual susu sapi di pasaran dan semakin meningkatnya harga pakan ternak sapi, sehingga tidak bisa menutup harga produksi.
Kemudian harga susu sapi impor juga lebih murah dibandingkan dengan produksi lokal, sehingga kalah persaingan bisa menjadi faktor menurunnya minat pengusaha sapi perah.
Sementara itu, dari pihak pengusaha peternak sapi perah juga mengatakan hal yang sama. "Harga jualnya ke KUD sekarang hanya Rp4.200 per liternya, dan harga tersebut semakin menurun tiap tahun, idealnya sebenarnya berkisar Rp6.000 untuk bisa menutup biaya perawatan," kata Parman salah satu peternak sapi perah.
Kemudian ia juga mengeluhkan terkait semakin sedikitnya peternak sapi perah, karena dianggap tidak terlalu menguntungkan, sehingga banyak yang beralih menjadi peternak sapi potong. Dengan semakin sedikitnya pengusaha sapi perah berarti pemasukan susu sapi juga semakin berkurang.
Untuk menyiasati kekurangan biaya perawatan, Parman selaku ketua Kelompok Peternak Sapi Perah Wilayah Karang Nongko terpaksa harus menjual anakan sapi ketika sudah berusia empat bulan.
"Biaya pakan ternak per hari rata-rata mencapai Rp15 ribu, kadang harus diberi pakan seadanya yang bisa berakibat menurunnya kualitas susu," tuturnya.
Permasalahan lainnya adalah tidak adanya pendidikan mengenai cara mengolah susu yang baik, jadi terkadang hasil susu yang dikumpulkan Parman dari peternak lainnya berbeda kualitasnya.
Parman mengaku dulu ia mempunyai sebanyak 16 sapi, sekarang hanya tersisa delapan ekor sapi betina dengan satu sapi jantan, jelas produksi hasil susunya terus menurun setiap bulannya. Parman juga tidak bisa beralih menjadi pengusaha sapi potong karena membutuhkan biaya yang cukup besar untuk merawat sapi potong serta membeli anakannya.
Kedepannya, ia berharap bisa berdiskusi dengan pihak pemerintah terkait untuk mengatasi penurunan produksi serta kualitas susu, dengan beberapa pihak pemangku kepentingan seperti KUD dan industri pabrik pengolah susu. (Ant).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Leli Nurhidayah
Tag Terkait: