Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Persoalan Infrastruktur Bukan Sekedar Pembiayaan

        Persoalan Infrastruktur Bukan Sekedar Pembiayaan Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Persoalan demo telah menguras cukup banyak energi pemerintah pusat sehingga perhatian terhadap pembangunan infrastruktur agak terpinggirkan dalam beberapa waktu belakangan ini.

        Sejatinya, fokus pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) untuk menggenjot pembangunan infrastruktur adalah pilihan yang tepat. Pembangunan infrastruktur harus menjadi prioritas Indonesia untuk mengejar ketertinggalan dibandingkan dengan negara lain. Keterbatasan infrastruktur membuat Indonesia tidak mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam untuk menciptakan kesejahteraan yang berkeadilan bagi seluruh rakyat.

        Persoalan pembangunan infrastruktur di Indonesia tidak sekedar pembiayaan yang terbatas. Keterbatasan pembiayaan itu sendiri semakin terasa karena pertumbuhan pendapatan negara saat ini belum sesuai dengan harapan dikaitkan kebutuhan belanja infrastruktur. Namun demikian, pembiayaan bukan satu-satunya masalah kronis dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia.

        Pertama, korupsi adalah momok dalam pembangunan infrastruktur. Korupsi membuat banyak proyek infrastruktur menjadi mangkrak. Pada kasus lain, proyek infrastruktur dapat diselesaikan namun tidak sesuai spesifikasi dan peruntukannya sehingga tidak memberikan hasil (outcome) atau pembangunan sekedar buang-buang uang.

        Kondisi ini lebih buruk dibanding pembangunan yang tidak efisien di mana hasilnya ada walaupun diperoleh agak mahal. Proyek mangkrak ataupun tidak sesuai dengan spesifikasi maupun peruntukannya sering disebabkan oleh habisnya dana kontraktor karena telah digunakan untuk menyuap oknum pejabat. Tak dapat disangkal bahwa proyek-proyek infrastruktur sering menjadi rebutan pencari rente sebab biasanya melibatkan jumlah uang yang banyak.

        Kedua, pengawasan yang lemah saat pembangunan infrastruktur juga memberikan kontribusi bagi buruknya infrastruktur yang terbangun ataupun mangkraknya proyek. Lemahnya pengawasan disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya: (1) jauh atau sulitnya menjangkau lokasi proyek; (2) kurangnya jumlah, kompetensi, dan disiplin petugas pengawas; (3) adanya oknum-oknum pengawas yang menerima suap sehingga mengabaikan pelanggaran kontraktor; dan (4) adanya hasil temuan pengawas yang diabaikan atasan mereka karena adanya perselingkuhan oknum atasan dengan kontraktor atau tekanan lainnya.

        Ketiga, masalah infrastruktur dapat pula timbul dari kurangnya sinkronisasi antar-infrastruktur. Ini menyebabkan infrastruktur yang terbangun tidak dapat digunakan atau sia-sia. Contoh yang paling sederhana adalah pembangunan toilet umum untuk daerah-daerah yang mengalami masalah sanitasi buruk. Namun, pembangunan toilet umum tersebut tidak diikuti dengan pembangunan infrastruktur penyediaan air bersih. Akibatnya, fasilitas tersebut tidak terpakai atau lebih buruknya justru menjadi sumber persoalan sanitasi itu sendiri.

        Keempat, masalah lainnya yang terkait pembangunan infrastruktur adalah perilaku "cari gampang" dari oknum-oknum pejabat dengan pertimbangan asal proyek sudah terealisasi. Perilaku ini di antaranya dimanifestasi dalam bentuk penentuan lokasi untuk infrastruktur didasarkan pada kemudahan mendapatkan lahan atau pembangunan infrastruktur tidak sulit. Cocok tidaknya infrastruktur yang akan dibangun dengan lokasinya tidak menjadi pertimbangan sehingga infrastruktur yang terbangun tidak terpakai.

        Kelima, pemeliharaan yang buruk juga menjadi masalah dalam pembangunan infrastruktur. Adanya kecenderungan pemerintah mengabaikan pemeliharaan sehingga infrastruktur menjadi rusak parah yang menyebabkan perbaikan yang berbiaya besar ataupun harus dilakukan pembangunan baru. Secara kasat mata dapat dilihat pada infrastruktur jalan. Jalan dengan lubang kecil dibiarkan sehingga kerusakan menjadi parah baru kemudian dilakukan pelapisan secara keseluruhan yang berbiaya tinggi. Di lapangan, banyak belanja modal untuk jalan banyak dihabisi untuk melapisi jalan yang telah ada sehingga penambahan panjang dan pelebaran jalan tumbuh sangat lambat.

        Adanya faktor-faktor di atas yang dapat menjegal pembangunan infrastruktur maka pembangunan infrastruktur ke depan perlu dilakukan dengan hati-hati dan berdasarkan kajian yang matang serta pengawasan yang memadai. Ini dibutuhkan agar dana yang dicari dengan susah payah tidak hanya dihabiskan untuk infrastruktur yang hanya ada wujudnya, namun tidak memberi hasil bagi kepentingan rakyat dan dunia bisnis alias mubazir.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Cahyo Prayogo

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: