Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        APHI Harap ESDM Konsisten Terapkan Regulasi EBT

        APHI Harap ESDM Konsisten Terapkan Regulasi EBT Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo berharap Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) konsisten menerapkan regulasi soal investasi energi baru terbarukan (EBT).

        Pria yang pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman itu mengatakan Permen ESDM No. 21 Tahun 2016 dinilai lebih menggairahkan investor daripada peraturan terbaru, yakni Permen ESDM No. 12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan EBT untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

        "Konsistensi sangat kami harapkan. Kami sangat senang dengan adanya Permen 21 karena harga yang diputuskan untuk harga biomassa naik dari Rp1.400 menjadi Rp2.400 per kwh. Semua investor mau ikut, tetapi ada yang baru lagi dari Permen ESDM Nomor 12 yang harganya 85 persen dari BPP (biaya pokok produksi) PT PLN," kata Indroyono pada acara diskusi di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, Jumat (10/3/2017).

        Indroyono menjelaskan Permen ESDM No 12 yang baru diundangkan beberapa waktu lalu ini sebenarnya cukup menguntungkan, namun hanya untuk pembangkit listrik di kawasan Indonesia bagian timur.

        Dalam permen tersebut, jika BPP wilayah yang akan dibangun pembangkit EBT lebih besar daripada BPP nasional, harga yang berlaku adalah 85 persen dari BPP setempat. Namun, jika BPP wilayah yang akan dibangun pembangkit lebih kecil dari BPP nasional, harga yang diambil adalah sama dengan BPP wilayah setempat.

        Regulasi ini berlaku untuk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), tenaga bayu (PLTB), tenaga air (PLTA), biomassa (PLTBm) dan biogas (PLTBg).

        Menurut dia, pengembangan usaha bioenergi berbasis biomassa akan sulit direalisasikan jika pengaturan harga jual listrik EBT ke PT PLN dipatok maksimal 85 persen dari BPP listrik masing-masing wilayah.

        Pasalnya, BPP listrik masing-masing wilayah tentu berbeda-beda tergantung dengan kondisi lahan dan faktor geografis lainnya.

        Sebagai contoh jika saat ini BPP nasional sebesar 7,5 sen dolar AS per kWh (dengan asumsi kurs Rp13.300 per dolar AS), pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang akan dibangun di Papua dengan BPP wilayah mencapai 13,67 sen dolar AS per kWh, tarif listrik akan dihargai 11,61 sen dolar AS per kWh. Sementara jika dibangun di Jakarta dengan BPP 5,37 sen dolar AS per kWh, harga listriknya akan sesuai BPP di Jakarta sebesar 5,37 sen dolar AS.

        "Permen ESDM yang baru cocok untuk Indonesia kawasan timur. Kawasan barat belum cocok. Kalau kita mau investasi biomassa di kawasan timur, marginnya masih dapat," ungkap Indro. (Ant)

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Fajar Sulaiman

        Bagikan Artikel: