Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        OJK Keluarkan Tiga Aturan Turunan UU PPKSK

        OJK Keluarkan Tiga Aturan Turunan UU PPKSK Kredit Foto: Fajar Sulaiman
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan tiga peraturan (POJK) sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK). Aturan ini memberikan kejelasan dan ketegasan dalam penerapan kebijakan penanganan krisis di sektor keuangan.?

        "UU PPKSK memberikan landasan hukum bagi OJK dan lembaga atau otoritas lain untuk menangani stabilitas sistem keuangan serta melakukan tindakan dalam upaya mengatasi permasalahan stabilitas sistem keuangan berdasarkan tugas dan kewenangannya," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad di Jakarta, Rabu (5/4/2017).

        Dia mengungkapkan, adapun tiga POJK yang dikeluarkan itu adalah pertama, POJK tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum yang merupakan amanat pasal 21 UU PPKSK.

        "Kedua, POJK tentang Bank Perantara, yaitu Pasal 22 UU PPKSK mengamanatkan penanganan permasalahn solvabilitas oleh LPS dengan mengalihkan aset atau kewajiban DSIB ke bank perantara. Maka kami buat aturan untuk berdirinya bank perantara. Dan ketiga, POJK tentang Rencana Aksi (Recovery Plan) bagi Bank Sistemik, amanat dari pasal 19 UU PPKSK yang meminta ketentuan detail rencana aksi dan langkah penyehatan," jelas Muliaman.

        Untuk POJK tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum, memuat aturan mengenai penanganan permasalahan bank, baik penanganan terhadap bank sistemik maupun penanganan terhadap bank selain bank sistemik.

        "Dalam ketentuan ini diatur bahwa status pengawasan bank terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu pengawasan normal, pengawasan intensif, dan pengawasan khusus," ucapnya.?

        Kaitannya dengan UU PPKSK, penanganan permasalahan solvabilitas bagi bank sistemik menjadi fokus penyempurnaan ketentuan ini, yaitu mengenai aktivasi implementasi rencana aksi (recovery plan), persiapan penanganan (early entry) permasalahan solvabilitas bank oleh LPS, dan mekanisme penyerahan bank yang tidak dapat disehatkan kepada LPS.?

        "Ini revisi semestinya. Dulu sudah ada PBI yang atur ini. Pengawasan kan berjenjang: normal, intensif, dalam pengawasan khusus. Cuma penetapan dalam konteks UU PPKSK aturan dulu itu kami sempurnakan di POJK," ucapnya.

        Kemudian, POJK tentang Bank Perantara yakni memuat aturan mengenai prosedur pendirian bank perantara, mulai dari proses pendirian, operasional, dan pengakhiran Bank Perantara dan Bank Perantara hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh LPS.?

        Menurutnya, keberadaan Bank Perantara membuka opsi penanganan permasalahan solvabilitas bank tidak hanya dilakukan dengan cara pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban bank bermasalah kepada bank penerima, penyertaan modal sementara, atau pencabutan izin usaha bank, namun juga dapat dilakukan dengan pendirian Bank Perantara yang digunakan sebagai sarana resolusi untuk menerima aset dan/atau kewajiban yang mempunyai kualitas baik dari bank bermasalah.?

        Selanjutnya, POJK tentang Rencana Aksi (Recovery Plan) bagi Bank Sistemik, yaitu memuat aturan mengenai kewajiban bank sistemik untuk mempersiapkan rencana dalam rangka mencegah dan mengatasi permasalahan keuangan yang mungkin terjadi di Bank Sistemik dengan cara menyusun suatu Rencana Aksi (Recovery Plan).

        "Dengan adanya Rencana Aksi (Recovery Plan) maka upaya-upaya penyelesaian permasalahan keuangan bank sudah dimulai sejak saat bank dalam kondisi normal namun terdapat masalah siginifikan," paparnya.

        Dia menambahkan, salah satu hal penting yang perlu dicatat dari ketentuan ini adalah adanya aturan agar dalam Rencana Aksi (Recovery Plan) memuat kewajiban pemegang saham pengendali dan/atau pihak lain untuk menambah modal bank dan mengubah jenis utang tertentu menjadi modal bank.

        "Ini betul-betul perubahan, saya lihatnya sebagai paradigma baru bahwa bank diminta siapkan diri dan buat program recovery-nya kalau bank alami kekurangan apalah terkait modal, likuiditas, dan sebagainya. Maka recovery plan ini tentu saja mengobati diri sendiri. Maka penyelesaian itu diselesaikan dari dalam, istilahnya bail in," jelasnya.

        Dengan dikeluarkannya tiga POJK ini, maka diharapkan dapat menjaga dan meningkatkan kepercayaan nasabah terhadap industri perbankan serta mewujudkan industri perbankan yang lebih sehat mandiri dan kompetitif dan berperan dalam menjaga stabilitas sistem keuangan di Indonesia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajar Sulaiman
        Editor: Dewi Ispurwanti

        Bagikan Artikel: