Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Menlu: Koordinasi dan Konektivitas Jadi Esensi BRF

        Menlu: Koordinasi dan Konektivitas Jadi Esensi BRF Kredit Foto: Antara/Reuters/Stringer
        Warta Ekonomi, Beijing -

        Menteri Luar Negeri Retno Marsudi usai menghadiri KTT "Belt and Road Forum for International Cooperation" mengatakan koordinasi dan konektivitas antarnegara menjadi hal penting dalam prakarsa Jalur Sutra baru dan Sabuk Maritim.

        "Pertama penekanan terhadap budaya komunikasi, dialog dan koordinasi karena akan sulit untuk melakukan suatu pembangunan atau kerja sama konektivitas kalau tidak ada budaya dialog, budaya komunikasi dan budaya koordinasi," kata Menlu ditemui di Beijing pada Senin malam (15/5/2017) terkait hasil pertemuan KTT Belt and Road for International Cooperation.

        Dalam KTT pada hari kedua tersebut, Presiden Joko Widodo memberikan pernyataan bahwa Indonesia, sebagai negara yang berada di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, menjadi salah satu negara besar di kawasan Asia Tenggara yang memiliki peran penting dalam kemaritiman.

        Untuk itu, ujar Retno, Indonesia juga telah merencanakan konsep Poros Maritim untuk pembangunan transportasi laut.

        Retno mengatakan prakarsa "Belt and Road" diharapkan dapat disesuaikan dengan sejumlah konsep perhubungan kelautan baik di negara masing-masing atau konsep kawasan yang sudah dilakukan seperti Poros Maritim Indonesia dan "ASEAN Connectivity 2025".

        "Jadi tidak tiba-tiba ada satu konektivitas yang besar, tanpa adanya satu 'national base connectivit', 'regional base conectivity'. Oleh karena itu 'partnership' dari masing-masing negara tetap kuat dan ASEAN Connectivity 2025 terus disebut sebagai salah satu basis dari kerja sama yang sifatnya regional," jelas Retno.

        Selain itu, jelas Menlu, beberapa kepala negara/pemerintahan dari sejumlah negara di Eropa mengatakan pola kerja sama global saat ini sudah berubah kepada arah kerja sama antarnegara berkembang.

        "Pola kerja sama yang dilakukan itu tidak hanya antara utara dan selatan tetapi selatan dan selatan dan juga trilateral. Jadi budaya membangun kerja sama selatan-selatan, trilateral ini semakin tumbuh dalam era seperti ini," ujar Menlu.

        Retno menjelaskan Indonesia sudah lebih dulu melakukan kerja sama dengan sesama negara berkembang dimulai dari Konferensi Asia Afrika silam.

        Selain itu, Indonesia juga menciptakan hubungan trilateral dengan negara-negara maju untuk meningkatkan kemitraan dengan negara lain, termasuk membantu negara berkembang.

        Hormati kedaulatan Selain kemitraan dalam meningkatkan kerja sama infrastruktur antar negara, para pemimpin negara/pemerintahan juga membahas bahwa prinsip untuk saling menghormati kedaulatan dan integritas suatu negara diadopsi dalam kerja sama Jalur Sutera Baru dan Sabuk Maritim.

        "Itu adalah salah satu prinsip yang diadopsi dan disetujui oleh hampir semua peserta. Dan hasil dari pertemuan ini adalah ada 'Join Communique' yang merangkum semua apa yang dibahas di dalam 2 hari ini," tutur Retno.

        Dalam pernyataannya saat diskusi meja bundar yang diselenggarakan di Yangqi Lake International Conference Center (ICC), Jokowi mengatakan prakarsa Belt and Road diharapkan menjadi kerja sama yang konkrit.

        Selain itu, BRF juga diharapkan memperhatikan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dengan aspek sosial dan pelestarian lingkungan hidup. (Ant)

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: