Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Wimboh: 40 Tahun Lalu, Tak Terbayangkan Pasar Modal Indonesia Sepesat Ini

        Wimboh: 40 Tahun Lalu, Tak Terbayangkan Pasar Modal Indonesia Sepesat Ini Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK)?Wimboh Santoso mengatakan?bahwa pada tahun 1977 posisi indeks harga saham gabungan (IHSG) berada di level 98,00 poin, sementara per 11 Agustus 2017 IHSG sudah berada di level 5.766,13 atau meningkat lebih dari 5.000 persen.

        Adapun,?nilai kapitalisasi pasar modal Indonesia pada tahun 1977 sebesar Rp2,73 miliar, sedangkan per 11 Agustus 2017 nilai kapitalisasinya sudah mencapai Rp6.319,55 triliun.

        "Pada saat itu mungkin tidak terbayangkan oleh kita bahwa pasar modal Indonesia akan berkembang sedemikian pesat, bahkan saat ini pasar modal kita mulai disejajarkan dengan beberapa negara maju, baik di kawasan ASEAN maupun dunia,"?kata Wimboh dalam sambutan peringatan HUT Ke-40 Pasar Modal Indonesia bertema Langkah Baru Kedewasaan Pasar Modal di Jakarta, Minggu (13/8/2017).

        Wimboh mengatakan pasar modal Indonesia juga sudah berkembang menjadi salah satu sumber pendanaan jangka panjang (source of longterm financing) yang penting bagi dunia usaha dan juga pemerintah untuk membiayai berbagai program pembangunan nasional, khususnya infrastruktur di tengah mulai terbatasnya pembiayaan dari sektor perbankan.

        "Sebagaimana kita ketahui, saat ini pemerintah sedang gencar melakukan pembangunan berbagai sarana infrastruktur pendukung, seperti pelabuhan, tol, pembangkit listrik, jalur kereta api, dan bandara yang semuanya tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit," katanya.

        Jika keseluruhan pembiayaan pembangunan infrastruktur tersebut mengandalkan APBN, menurut dia, tentunya tidak akan mencukupi. APBN yang tersedia dalam 5 tahun diperkirakan hanya Rp1.500 triliun, sementara kebutuhan pembangunan diperkirakan lebih dari Rp5.000 triliun.

        Untuk memperoleh tambahan dana pembangunan infrastruktur itu, Wimboh Santoso menyebutkan salah satu strategi yang saat ini dipilih adalah melalui pemanfaatan berbagai instrumen pembiayaan di sektor pasar modal, mulai dari instrumen konvensional, seperti saham dan obligasi.

        "Selain saham dan obligasi, instrumen investasi turunannya, seperti Dana Investasi Infrastruktur berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK)), Efek Beragun Aset (EBA), Dana Investasi Real Estate (DEIRE), baik konvensional maupun Syariah, Reksa Dana Penyertaan Terbatas, Reksa Dana Target Waktu, Dana Investasi Multi Aset berbentuk KIK," jelasnya. (CP/Ant)

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: