Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meluncurkan Sistem Informasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (SIPHPL). Langkah ini dengan tujuan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pendataan rantai pasokan kayu.
Menteri LHK, Siti Nurbaya mengungkapkan SIPHPL ini akan mengintegrasikan seluruh sistem informasi yang sudah ada, seperti Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH), Sistem Penerimaan Negara Bukan Pajak (SIPNBP), Sistem Informasi Rencana Penerimaan Bahan Baku Industri (SIRPBBI), dan Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK).
?Dengan adanya SIPHPL, diharapkan dapat mengurangi moral hazard yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi, sehingga mendorong semua pihak untuk bekerja secara profesional. SIPHPL juga menjawab tuntutan masyarakat akan informasi tata kelola hutan yang transparan, akurat, dan terbarukan?, jelas Menteri Siti dalam peluncuran SIPHPL yang turut dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo di Auditorium Dr. Soedjarwo, Kompleks Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, kemarin.
SIPHPL, lanjut Siti, akan mencatat data hasil hutan kayu dari hutan rakyat, data kayu impor, data penerimaan bahan baku, dan produksi industri lanjutan, serta data pemasaran produk kayu. Kelengkapan data-data tersebut tentunya menjadikan penghitungan PNBP lebih akurat.
Selain itu, SIPHPL mendukung pengawasan pemerintah terhadap pemegang izin, dan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan yang lebih komprehensif, mulai dari pemanenan di hulu sampai dengan pengolahan, pemasaran dan ekspor di hilir. Di tahap selanjutnya, SIPHPL akan didukung teknologi drone to map, untuk melengkapi data peta setiap industri.
?SIPHPL ini diharapkan mulai operasional pada 1 Januari 2018, setelah dilakukan sosialisasi dan penerbitan prosedur operasionalnya,? tambah Politisi NasDem itu.
Sementara itu, Ketua KPK Agus Rahardjo memuji inisiatif KLHK membangun SIPHPL karena meningkatkan kemampuan dalam melakukan verifikasi data, sehingga mengurangi peluang terjadinya kecurangan atau kesalahan dalam pelaporan data.
?Dengan semakin kredibelnya data produksi kayu, informasi yang disediakan oleh SIPHPL, memiliki potensi sebagai instrumen pengambilan kebijakan pengelolaan hutan yang lebih luas?, tegas Agus.
Setidaknya kata dia sekitar Rp680 juta/per tahun biaya informal mengalir dalam proses tatausaha kayu, dan akibat perampingan tersebut, diperkirakan sampai dengan 60% titik biaya transaksi pelayanan tahunan dapat dihilangkan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Rizka Kasila Ariyanthi