Lebih dari 500 delegasi, 11 gubernur? dari 35 negara bagian dari negara-negara dunia termasuk Indonesia ambil bagian dalam Satuan Tugas Gubernur untuk Hutan dan Iklim atau Governor's Climate and Forest (GCF) di Novotel kota Balikpapan yang digelar mulai 25-28 September 2017.
Negara yang masih memiliki hutan tropis yang ikut ambil bagian seperti Brazil, Meksiko, Peru, Kolombia, Indonesia, Pantai Gading, Meksiko, Nigeria, Spanyol.
Kegiatan ini juga dihadiri oleh perwakilan negara donor seperti Norwegia, Inggris, lembaga-lembaga donor, LSM pemerhati lingkungan, masyarakat adat di sejumlah perwakilan negara, perwakilan pemerintah Indonesia yakni Kemen LHK, Kementerian luar negeri, Kementerian Keuangan, perwakilan Kemendagri.
?Ada 11 guburnur dari negara bagian seperti Brazil, Peru, Meksiko termasuk provinsi Indonesia dengan 500 lebih delegasi. Ada 8 negara dan 35 negara bagian yang terlibat dalam pertemuan ini. Indonesia ada Papua Barat, Kalbar, Kaltim itu pasti. Kaltara dan Kalteng masih konfirmasi,? kata Bernardius steni selaku Sekretaris Institut Penelitian Inovasi Bumi (INOBU), (25/9/2017). INOBU selaku kordinator nasional CGF di Indonesia.
Balikpapan menjadi tuan rumah karena pada pertemuan tahun lalu mengajukan diri menjadi tuan rumah. Bahkan Kaltim menjadi nominasi pengajuan diri tuan rumah GCF sejak 2015 di Barcelona.
Steni menyebutkan ada tiga agenda penting yakni deforesti, keikutsertaan masyarakat adat dan pendanaan.
Menurutnya sudah sejak lama para ahli? mencari cara termudah untuk mengatasi isu perubahan iklim? baik dari segi ilmu maupun prakteknya.
"Dalam konteks kehutanan, praktik yang pernah ada dan lestarai, terbukti ratusan tahun itu modelnya masyarakat adat. Lalu untuk? menunjukan tesis itu benar dibikin penelitian. Ada satu studi dikeluarkan 2014 di 80 negara hutan tropis dunia jelas sekali menunjukan kontribusi masyarakat adat bahwa stok perlindungan karbon itu besar sekali. Jauh lebih besar dari actor manapun bahkan negara," jelas Bernardius Steni pada Senin (25/9/2017).
?Bahkan dalam sejumlah studi, hutan lindung yang dikelola negara kalah pamor terhadap pengelolaan untuk konsumsi sangat bagus. Mungkin karena cara hidupnya yang tradisional," sambungnya.
Keterlibatan masyarakat adat dalam diskusi GCF ini menjadi langkah pertama dan penting untuk memberikan perhatian lebih sebagai masyarakat yang selama ini menjaga hutan secara arif dan bijaksana.
"Mereka ini pelindung hutan tapi paling miskin. Tidak dapat apa-apa. Jadi sudah saatnya konferensi ini, selain memberikan perlindungan terhadap iklim global juga di sisi lain memprioritaskan kelompok-kelompok masyarakat adat agar perekonomian mereka bisa lebih baik," terangnya.
Dalam CGF juga berkembang bahwa antara kecepatan untuk proteksi terhadap ancaman perubahan iklim juga menjadi pembahasan di hadapan ratusan delegasi provinsi dari beberapa negara di dunia nantinya.
Terlebih telah dikeluarkannya studi terbaru yang pernah diulas di Guardian dan BBC bahwa Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim atau Integovernmental Panel on Climate Change (IPCC) terlalu moderat.
"Kenyataan sesungguhnya perubahan iklim itu jauh lebih cepat dibandingkan dengan yang diprediksi. Malah akhir-akhir ini dibuktikan dengan begitu banyaknya kasus perubahan ekosistem dan iklim secara ekstrem. Analisa terbaru yakni topan yang terjadi di beberapa negara seperti di Filipina sampai ke Amerika sudah terlihat koneksinya dengan perubahan iklim," bebernya
Sehingga cara tercepat untuk mengatasi perubahan iklim yaitu dengan kembali ke hutan, karena butuh waktu yang sangat lama jika teknologi terutama mesin yang harus dialihkan dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan.
"Kalau mau seperti itu, pertanyaanya sampai kapan bisa terwujud. Sementara orang butuh makan. Maka itu harus dicari proses transisinya dan itu bermula dari hutan," tandasnya.
Nantinya dalam pertemuan berlangsung? 4 hari,nantinya akan dibuat dalam sebuah kesepakatan bernama Balikpapan Statement yang bertujuan untuk menerjemahkan komitmen masing-masing provinsi dari beberapa negara terkait dengan pengurangan deforestasi.
"Komitmen nasional setiap negara untuk pengurangan emisi karbon juga perlu dipertimbangkan dan nantinya di-breakdown ke setiap provinsi untuk mendorong pembangunan berkelanjutan dengan mengurangi deforestasi," tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Aliev
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: