Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Syarif Burhanuddin mengatakan kepemilikan perumahan vertikal seperti rumah susun dan apartemen perlu dibudayakan untuk masyarakat kota besar.
Syarif menjelaskan Kementerian PUPR telah menyediakan 20 ribu unit rumah vertikal untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), namun umumnya masyarakat menginginkan rumah tapak (landed house).
"Salah satu soal yang dihadapi adalah budaya selama ini tinggal di landed ke vertikal. Kalau dilihat sebenarnya rusun itu apartemen juga, tapi kok biasa saja, padahal sama. Ini budaya yang harus dibesarkan," kata Syarif di Kantor Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri Jakarta, Kamis (28/8/2017).
Ia menjelaskan negara maju, seperti Singapura, pada awalnya memaksakan penduduknya untuk tinggal di rumah vertikal namun sekarang sudah tidak ada masalah.
Syarif menilai jika MBR khususnya yang tinggal di kota besar seperti Jakarta sudah seharusnya membudayakan untuk menempati rumah vertikal alih-alih rumah tapak agar ruang terbuka hijau semakin luas. Apabila masyarakat ingin menempati rumah tapak dengan harga yang murah, mereka harus bersedia tinggal di pinggir kota.
"Kecenderungannya negara maju seperti di Washington, AS, rumah orang kaya justru di pinggir kota. Saya kira suatu saat kota akan semakin berkembang," kata dia.
Kementerian PUPR mencatat capaian kinerja Program Satu Juta Rumah per 22 September 2017 telah mencapai 623.344 unit rumah siap huni.
Syarif memaparkan kendala dalam pelaksanaan Program Satu Juta Rumah antara lain ketersediaan lahan sehingga harga tanah semakin mahal, perizinan yang memerlukan waktu yang lama, panjang, dan biaya tinggi, serta terbatasnya anggaran pemerintah untuk sektor perumahan.
Selain itu, banyak masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak menginginkan dengan lokasi rumah yang terbangun karena jauh dari tempat mereka bekerja. (CP/Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: