Ketua Setara Institute, Hendardi mengatakan TNI merupakan salah satu simbol pertahanan negara sehingga institusi itu membutuhkan pemimpin solid untuk menggantikan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo yang akan memasuki pensiun pada Maret 2018.
"Performa TNI menjadi representasi wajah kekuatan negara," kata Hendardi di Jakarta, Senin (13/11/2017).
Menurut dia, masih ada persoalan yang masih melilit TNI, baik soliditas, profesionalisme, kesejahteraan, reformasi peradilan militer, penanganan bisnis tentara, akuntabilitas anggaran, maupun ketundukkan pada supremasi sipil adalah tantangan yang harus dijawab sebagai bagian dari pemenuhan amanat reformasi sejak 1999.
Ia menilai kepemimpinan di tubuh TNI dan kebersediaan tunduk pada supremasi sipil adalah kunci utama dalam mengatasi persoalan itu.
Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo harus menjadikan episode pergantian Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang memasuki masa pensiun, sebagai momentum penataan secara utuh organisasi dan kepemimpinan TNI.
"Presiden Jokowi harus memastikan calon pengganti Gatot Nurmantyo adalah sosok yang 'aware' dengan persoalan yang masih melilit TNI. Kepemimpinan baru haruslah sosok yang terbuka, reformis dan satu padu dalam langkah dan perbuatan dengan Presiden Jokowi sebagai Panglima Tertinggi TNI," ujarnya.
Gagasan dan program kemaritiman Jokowi, lanjut Hendardi, juga bisa jadi pertimbangan kebutuhan mencari sosok Panglima TNI yang mendukung penguatan pembangunan kemaritiman.
"Sekaligus membangun tradisi bergilir dalam memimpin TNI yang terdiri dari tiga angkatan," katanya.
Melihat jejak langkah Gatot Nurmantyo, Jokowi tidak terikat untuk mengganti Gatot sesegera mungkin. Gatot Nurmantyo akan pensiun pada Maret 2018, tetapi sebagai pemegang hak prerogratif, Jokowi bisa segera mengusulkan nama-nama pengganti Gatot Nurmantyo.
"Selain proses di DPR yang cukup lama, menyegerakan pergantian Panglima TNI juga akan mempercepat penuntasan agenda reformasi TNI, yang selama kepemimpinan Gatot justru stagnan dan bahkan mengalami kemunduran karena hasrat politik sang panglima yang mengemuka sebelum waktunya," papar Hendardi.
Sebagai representasi wajah kekuatan pertahanan, tambah dia, Presiden Jokowi tidak boleh bertaruh dengan gaya kepemimpinan Gatot yang politis dan seringkali "offside" dari kehendak presiden.
"Kegaduhan yang sering dibuat Gatot dan politicking beberapa isu politik nasional oleh panglima, hanya merusak organisasi TNI dan mengganggu agenda-agenda pembangunan dan kepemimpinan Jokowi. Mempercepat pergantian Jenderal Gatot akan mendisiplinkan TNI lebih cepat untuk menjawab dinamika politik 2018 dan 2019," tuturnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil