Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Sudah Waktunya Panglima TNI dari Angkatan Udara

        Sudah Waktunya Panglima TNI dari Angkatan Udara Kredit Foto: Antara/Puspa Perwitasari
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pengamat militer Susaningtyas Kertopati mengatakan sudah selayaknya Panglima TNI berasal dari TNI Angkatan Udara untuk menggantikan Jenderal TNI Gatot Nurmantyo yang akan memasuki masa pensiun.

        "Sudah selayaknya Panglima TNI dijabat dari TNI AU guna mewujudkan kepentingan nasional atas pertahanan maritim," kata Susaningtyas menanggapi surat Presiden Joko Widodo tentang pemberhentian dengan hormat Jenderal Gatot Nurmantyo dan pengangkatan Marsekal TNI Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI di Jakarta, Senin (4/12/2017).

        Menurut dia, sesuai visi Presiden Jokowi dalam Poros Maritim Dunia, maka penguatan pilar kelima untuk pertahanan maritim fokus meningkatkan kemampuan AL dan AU.

        "Sesuai dengan tahapan pembangunan kekuatan maritim sudah selayaknya Alutsista TNI AU mendapat prioritas pertama," katanya.

        Susaningtyas Kertopati yang biasa disapa Nuning ini, menjelaskan kekuatan udara harus dibangun agar mampu beroperasi 24 jam hingga ruang udara di atas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas kontinen.

        "Kemampuan tersebut sangat dibutuhkan TNI untuk menjamin keunggulan di udara dan di laut," katanya.

        Artinya, kekuatan udara tersebut ditujukan untuk memberikan perlindungan udara atas semua operasi militer di laut. TNI AU memberikan jaminan "air supremacy" dan "air superiority" agar TNI AL mampu melaksanakan semua operasi di laut menjaga stabilitas keamanan maritim.

        Hal penting lain, lanjut Nuning, TNI AU juga memiliki cara pandang bahwa ruang udara memiliki nilai yang sangat penting dalam mendukung program pembangunan yang sedang dijalankan pemerintah. Nilai yang paling penting adalah nilai ekonomis, sehingga pola gelar TNI AU mengutamakan di daerah depan yaitu Natuna, Tarakan, Morotai, Biak, Merauke dan Kupang.

        "Dengan demikian, kita akan mampu mengawasi ruang udara dan wilayah yang ada dibawahnya mulai dari ZEE. Kemampuan yang akan kita tingkatkan adalah kemampuan penginderaan dan penindakan atas obyek di udara dan obyek di atas permukaan," tuturnya.

        Sebelumnya, DPR RI telah menerima surat dari Presiden Joko Widodo tentang pemberhentian dengan hormat Jenderal Gatot Nurmantyo dan pengangkatan Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI.

        "Tadi pagi saya menerima Menteri Sekretaris Negara Prof Pratikno, menyampaikan surat dari Presiden tentang rencana pemberhentian dengan hormat Jenderal Gatot Nurmantyo dan pengangkatan Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI yang baru," kata Wakil Ketua DPR Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.

        Fadli mengatakan setelah Pimpinan menerima surat tersebut, langsung diserahkan kepada Kesekjenan DPR untuk diproses dan dijadwalkan hari ini akan digelar Rapat Pimpinan DPR lalu dilanjutkan dengan Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR.

        Dia menjelaskan dalam surat Presiden tersebut juga disampaikan keinginan agar proses pergantian Panglima TNI tidak dalam waktu yang lama.

        "Kami harapkan sebelum reses pada masa sidang ini, tapi nanti kami koordinasikan dengan Pimpinan Komisi I DPR dan fraksi-fraksi untuk diagendakan uji kelayakan dan kepatutan," ujarnya.

        Politisi Partai Gerindra itu mengatakan dalam surat tersebut Presiden hanya mengajukan satu nama calon Panglima TNI. Fadli menilai hal itu merupakan hak prerogatif Presiden namun sesuai aturan Undang-Undang, calon Panglima TNI sudah pernah menjadi Kepala Staf.

        "Kelihatannya alasannya karena memang persiapan untuk masa pensiun Pak Gatot. Hak prerogatif Presiden, yang jelas ketentuan UU yang menggantikan harus pernah menjadi kepala staf, artinya bisa KSAD, KSAU, KSAL," katanya.

        Fadli menjelaskan setiap surat dari Presiden akan dibacakan di Rapat Paripurna, setelah itu akan diserahkan pada komisi terkait dalam hal ini Komisi I DPR.

        Setelah itu, menurut dia, Komisi I DPR akan melakukan uji kelayakan dan kepatutan dan apabila disetujui maka bisa diambil keputusan di rapat paripurna.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: