Ketua Setara Institute, Hendardi, menilai mutasi jabatan 85 Perwira Tinggi (Pati) TNI oleh Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menjelang akhir masa jabatannya bukanlah bentuk pelanggaran hukum, tetapi tidak lazim dalam etika kepemimpinan suatu organisasi.
"Tindakan yang dilakukan Gatot Nurmantyo melakukan mutasi 85 perwira tinggi TNI sehari sebelum Presiden Jokowi mengajukan calon pengganti Gatot, jelas tidak etis karena melanggar kepatutan dalam berorganisasi," kata Hendardi dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu (6/12/2017).
Namun, lanjut dia, jika mengacu pada UU Aparatur Sipil Negara yang mengatur pengisian jabatan-jabatan tinggi madya dan utama yang mensyaratkan adanya pertimbangan dari Tim Penilai Akhir (TPA) dan persetujuan presiden, maka mutasi tersebut bisa dianggap cacat administratif.
Oleh karena itu, lanjut Hendardi, di masa yang akan datang perlu dipikirkan suatu regulasi yang mengikat terkait mutasi di masa transisi kepemimpinan. Dia menilai mutasi di ujung masa jabatan Gatot Nurmantyo, bisa juga dipandang sebagai bagian dari konsolidasi politik.
"Hemat saya, ke depan hal-hal semacam ini harus diatur lebih detail, sehingga mutasi yang tidak dikehendaki tidak membuat soliditas dan profesionalitas anggota TNI melemah," tuturnya.
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menjelang pensiun melakukan mutasi besar-besaran kepada 85 Perwira Tinggi (Pati) TNI di lingkungan tiga matra, yakni TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: