Pakar pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof. Said Hamid Hasan, mengatakan sistem pendidikan di Tanah Air masih belum berkesinambungan dan menjadi satu sistem utuh.
"Oleh karena itu kebijakan mengenai promosi, dari SD ke SMP ke SMA/SMK dan perguruan tinggi masih bersifat masing-masing," ujar Said Hamid di Jakarta, Sabtu (13/1/2018).
Salah satu faktor penyebabnya, kata dia, karena akses ke dunia pendidikan yang terlalu menyempit, sehingga seperti jalan raya terjadi kemacetan dan dengan demikian banyak hak warga negara terabaikan di jenjang pendidikan dasar dan menengah.
"Konsekuensinya pembangunan bangsa melalui dunia pendidikan terjegal dan hanya untuk sebagian kecil warga negara," imbuhnya.?
Dia menambahkan kebijakan untuk tidak menggunakan hasil Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) dalam seleksi Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), merupakan kebijakan positif dan progresif. Hal itu dikarenakan USBN bukan alat untuk prediksi, baik dan tinggi, untuk keberhasilan belajar di perguruan tinggi karena USBN merupakan tes hasil belajar dengan validitas isi yang rendah pula.
"Coba diamati kisi-kisi USBN, istilah kompetensi kemampuan kognitif tidak sama dengan istilah yang digunakan guru. Ini mengandung makna bahwa perancang USBN memaksakan konsepnya dan mengabaikan praktik yang dilakukan guru yang resmi mengikuti pedoman kurikulum," ujarnya. Dia menjelaskan pengembangan kisi-kisi USBN boleh saja mengatakan bahwa istilah yang mereka gunakan sama tapi tetap secara penilaian menimbulkan ancaman.
Dana yang teralokasi dari USBN, kata dia, dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan fasilitas belajar bagi sekolah yang akreditasinya rendah dan untuk membangun kelas atau sekolah baru untuk memperluas akses pendidikan.
"Jadi dampak dari kebijakan tersebut sangat positif dan konstruktif bagi dunia pendidikan dan bangsa," kata Hamid.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ratih Rahayu
Tag Terkait: