Agar kasus Pilkada DKI Jakarta tahun lalu tak terulang lagi, media harus tegas dalam mencegah pemberitaan politik berbumbu SARA. Media seharusnya tidak membesar-besarkan isu?politisasi SARA dalam memberitakan Pilkada dan Pilpres. Terlebih, Pilkada serentak dan Pilpres sudah di depan mata.
Direktur Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) sekaligus editor The Jakarta Post, Ahmad Junaidi, mengajak media untuk tidak mentoleransi politisasi SARA dalam Pilkada serentak maupun Pilpres. Sikap tegas media seperti itu sangat dibutuhkan untuk menangkal menguatnya polarisasi masyarakat sebagaimana terjadi dalam Pilkada DKI Jakarta tahun lalu yang berlanjut dengan kasus-kasus persekusi.
?Media jangan sampai ikut terseret ke dalam perpecahan politik yang menggunakan agama dan etnis karena kerusakannya sangat besar bagi bangsa ini, terutama di media sosial,? ujar Ahmad dalam Diversity Award 2018 di Wisma Antara, Jakarta Pusat (29/3/2018).
Menurut Ahmad, media seharusnya tidak malah memperkeruh dan mengobarkan sentimen SARA di tahun-tahun politik.
Ahmad juga menegaskan posisi SEJUK yang mengecam keras intimidasi yang dilakukan FPI terhadap Tempo waktu lalu. Bagi SEJUK, mengerahkan massa, mengancam dan melakukan kekerasan atas kerja-kerja jurnalistik adalah pelecehan terhadap prinsip-prinsip demokrasi yang sangat menjunjung tinggi kebebasan pers.
?Ketika pers sebagai pilar demokrasi bangsa ini diintimidasi, seharusnya negara bertindak tegas, terlebih ada unsur-unsur kekerasan dalam aksi yang dilakukan FPI saat itu,? harapnya.
Selain itu, Ahmad mengingatkan semua pihak, baik warga maupun negara, bahwa kerja-kerja jurnalistik tidak bisa ditekan, apalagi dengan kekerasan, karena dijamin undang-undang.
"Ketika terjadi sengketa atas suatu pemberitaan, mekanismenya harus melalui mediasi Dewan Pers, sehingga kasus yang menimpa Tempo tidak terulang lagi," ujar Ahmad.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ratih Rahayu
Editor: Ratih Rahayu