Menteri Energi Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan tampaknya cukup memahami kondisi sumber daya alam yang dimiliki Pulau Flores, NTT, terutama kandungan energi panas bumi (geothermal) yang dapat?diberdayakan menjadi sumber pembangkit tenaga listrik yang andal.
Saat mengikuti Prosesi Jumat Agung di Larantuka, Ibu Kota Kabupaten Flores Timur pada akhir Maret lalu, Menteri Jonan optimistis bahwa dalam kurun waktu lima atau tujuh tahun ke depan, Pulau Flores sudah bisa memiliki pembangkit listrik sendiri yang bersumber dari panas bumi.
Optimisme itu didasari pada sebuah kenyataan bahwa saat ini sedang dibangun sejumlah pembangkit listrik yang bersumber dari panas bumi di daratan Pulau Flores sehingga jika proyek-proyek tersebut berjalan lancar maka tidak tertutup kemungkinan dalam lima tahun ke depan, Flores sudah memiliki sumber pembangkit listrik sendiri yang berasal dari energi panas bumi.
Berdasarkan hasil kajian geologi, Pulau Flores memiliki banyak lokasi potensial penghasil sumber energi baru terbarukan (EBT) yang bersumber dari panas bumi, seperti di Mataloko, Kabupaten Ngada; Ulumbu di Kabupaten Manggarai; Sokaria di Kabupaten Ende; serta Oka Ile Ange di Kabupaten Flores Timur.
Secara keseluruhan, potensi panas bumi di Pulau Flores mencapai sekitar 115 MW di antaranya menyebar di Waisano, Kabupaten Manggarai Barat sebesar 10 MW, Ulumbu dan Lesugolo Kabupaten Manggarai dengan total 45 MW. Selain itu, di Mataloko, Kabupaten Ngada sebesar 20 MW, Sokaria, Kabupaten Ende 30 MW, Oka Ile Ange, Kabupaten Flores Timur 10 MW.
"Jika semua potensi panas bumi dikerjakan sesuai rencana maka lima tahun ke depan, Flores sudah memiliki pembangkit listrik sendiri," ujarnya.
Berdasarkan kajian geologi, energi geothermal sendiri dihasilkan dan disimpan di dalam inti bumi. Jika dibandingkan dengan bahan bakar fosil, energi geothermal merupakan sumber energi bersih dan hanya melepaskan sedikit gas rumah kaca. Sumber energi panas bumi di Indonesia dapat ditemui di daerah dengan gunung berapi yang masih aktif, seperti di Pulau Flores. Hingga saat ini Indonesia menempati posisi ketiga setelah Amerika Serikat dan Filipina dalam memanfaatkan energi panas bumi sebagai sumber energi listrik.
Energi panas bumi dapat menghasilkan uap yang bisa dimanfaatkan menjadi sumber energi. Jumlah panas pada kedalaman 10.000 meter, misalnya dapat menghasilkan energi yang besarnya 50.000 kali lebih besar dari jumlah gas dan minyak di seluruh dunia. Cara mengambil manfaat energi panas bumi adalah dengan mengebor bagian yang menjadi lokasi panas bumi untuk membebaskan uap pada kedalaman tertentu. Selain itu, dibuat sebuah sumur injeksi, air dingin akan dipompakan ke dalam sumur tersebut.
Air tadi dialirkan melalui batu panas dan tekanannya berfungsi untuk mengeluarkan air lagi. Air tersebut akan menjadi uap ketika berada di permukaan dan kemudian disaring serta dibersihkan. Setelah itu, hasilnya bisa dipakai untuk menggerakkan turbin yang memberikan energi listrik.
Ada banyak kelebihan dan kekurangan yang dihasilkan oleh pemanfaatan energi panas bumi. Salah satu kelebihan yang paling diunggulkan adalah energi ini sangat ramah lingkungan dan bersih karena proses produksinya tidak menggunakan bahan bakar fosil sehingga tidak menimbulkan emisi gas rumah kaca. Manfaat energi panas bumi dapat dihasilkan secara terus-menerus melalui peluruhan zat radioaktif mineral yang ada di dalam bumi. Energi ini dapat dihasilkan sepanjang musim secara tetap karena tidak memerlukan penyimpanan energi.
Energi panas bumi tidak hanya digunakan sebagai pembangkit listrik, ternyata energi dari panas bumi juga dapat digunakan sebagai sarana yang lain, seperti untuk membantu pertumbuhan tanaman atau produk pertanian lainnya yang berada di dalam rumah kaca selama musim dingin.
Kekurangannya, pembangkit listrik yang bersumber dari energi geothermal ini tidak bisa dibangun di sembarang tempat melainkan di lokasi yang mengandung batu-batu panas yang mudah dibor. Sebab, jika dibor secara tidak benar maka gas dan mineral yang ada di bawah tanah berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan dan memicu terjadinya kekeringan di kawasan sekitarnya.
Atas dasar itu, World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia bersama PT Arun telah?menciptakan?roadmap untuk mengembangkan energi panas bumi di Pulau Flores bersama Ditjen Energi Baru Terbarukan dari Kementerian ESDM.
"Geothermal merupakan potensi EBT terbesar di Pulau Flores yang sangat dominan karena daerah tersebut memiliki deretan gunung berapi yang menyebar dari wilayah barat hingga timur Flores. Saat ini pembangunan geothermal sedang berjalan di Ulumbu dan Mataloko," kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi NTT Boni Marisin.
Motivasi utama yang mendorong WWF Indonesia dan PT Arun Jakarta untuk membangun kerja sama tersebut guna menjadikan potensi EBT yang bersumber dari panas bumi itu sebagai ikon Pulau Flores, yakni Flores Geothermal Iconic Island.
Kementerian ESDM pun telah?meminta PT PLN (Persero) untuk mengembangkan Wilayah Kerja Panas Bumi (WKPB) Ulumbu dan Mataloko dengan kapasitas masing-masing 50 mega watt (MW) dan 22,5 MW.
"Untuk pengembangan panas bumi pada dua daerah itu ditargetkan akan masuk ke sistem kita di NTT pada tahun 2020," kata Marisin.
Selain potensi panas bumi di Pulau Flores, wilayah Kecamatan Atadei di Kabupaten Lembata juga memiliki potensi cadangan panas bumi sebesar 40 MW dengan luas wilayah pemanfaatan sekitar 31.000 hektare.
Mencermati potensi yang ada, pemerintah Nusa Tenggara Timur terus mendorong peningkatan investasi di bidang EBT sesuai potensi dimiliki masing-masing daerah sehingga secara bertahap kebutuhan listrik di daerah pelosok bisa terpenuhi dan rasio elektrifikasi juga akan meningkat.
"NTT punya banyak potensi EBT, seperti air, angin, arus laut, tenaga surya, dan geothermal, dan kami selalu mempromosikan potensi-potensi tersebut dalam setiap kali pertemuan forum investasi untuk menarik minat para investor untuk menanamkan modalnya di sektor EBT," katanya.
Optimisme pemerintah terhadap pengembangan EBT dari sektor sumber panas bumi di Pulau Flores itu tampaknya tidak perlu diragukan lagi, namun yang masih dirundung rindu adalah soal penetapan tarif dasar listrik yang bersumber dari panas bumi tersebut.
"Penentuan harga dasar untuk energi geothermal ini masih dalam kajian pemerintah pusat, karena EBT ini merupakan sumber listrik baru yang belum pernah diterapkan di Indonesia," kata Boni Marisin.
Tentu saja diharapkan harga jual listrik yang ditetapkan nanti tidak terlalu memberatkan investor. Atas dasar itu, pihaknya terus mendorong pengembangan geothermal di Pulau Flores agar menjadi ikon di daerah itu seperti juga pengembangan mikrohidro sebagai ikon Pulau Sumba.
Pengembangan EBT di Pulau Flores itu diharapkan dapat menjawab kebutuhan listrik bagi masyarakat hingga berbagai daerah pelosok karena saat ini infrastruktur yang dimiliki belum memadai jika hanya mengandalakan listrik dari pembangkit PLN.
Tampaknya, sikap optimisme yang digambarkan Menteri Ignasius Jonan bahwa dalam lima tahun ke depan, Pulau Flores sudah memiliki pembangkit listrik yang bersumber dari energi panas bumi, bukanlah sebuah pernyataan yang sifatnya muluk-muluk, tetapi fakta yang sedang dinanti realisasinya oleh masyarakat Flores.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo