Setiap produk keuangan sejatinya diciptakan untuk membantu nasabah dalam mengelola keuangan. Dengan memahami produk, seseorang dapat mengambil keputusan yang tepat dalam memilih produk yang dibutuhkan. Sayangnya, melek literasi keuangan masyarakat Indonesia sangat kurang, membuat inklusi keuangan pun masih rendah.?
Siapa pun Anda, pasti pernah mendapat telepon dari seorang agen penjualan produk keuangan, entah itu asuransi, kartu kredit, pinjaman tanpa agunan, atau produk keuangan lainnya. Namun, ingatkah berapa kali Anda menolak tawaran tersebut dengan dalih sedang sibuk atau alasan lain yang sebetulnya hanya karena Anda tidak tertarik dengan produk yang ditawarkan?
Di sisi lain, ada pula mereka yang diam-diam di sela aktivitas bekerja mencari informasi bagaimana berbelanja daring (online) dengan kartu kredit, bank mana yang memberikan bunga deposito paling tinggi, bank mana yang memberikan kredit paling murah, tentang produk asuransi, dan lain-lain yang kebetulan ?nongol? di layar PC/laptop mereka. Lalu, tahu-tahu tertarik untuk memilikinya.?
Dua perilaku tersebut memberi kesimpulan bahwa rendahnya inklusi keuangan di Indonesia saat ini karena memang masih rendahnya literasi keuangan di masyarakat. ?Tak kenal maka tak sayang,? rasanya adagium ini cocok untuk situasi tersebut.?
Kalau diamati, pendekatan kepada masyarakat sepertinya juga sudah mulai mengalami pergeseran, dari langsung menjadi tidak langsung. Masyarakat saat ini kecenderungannya lebih suka melayani dirinya sendiri.
Pergeseran ini ditangkap oleh perusahaan rintisan (startup) di bidang digital yang mulai bermuculan beberapa tahun terakhir. Tepatnya April 2015 lalu, meluncurlah Cermati, sebuah situs market aggregator. Salah satu pemain startup bermodel bisnis yang menghubungkan masyarakat dengan industri keuangan dengan cara modern melalui situs yang dimiliki, Cermati.com.
Situs ini secara lengkap me-review berbagai produk keuangan, mulai dari perbankan, asuransi, hingga multifinance. Tidak hanya me-review, melalui situs ini, pengunjung juga dapat membandingkan produk serupa dari perusahaan satu dengan yang lain. Setelah memahami produk dan menentukan produk yang mana, Cermati dapat membantu dalam pengajuan untuk memiliki produk tersebut.
Chief Executive Officer (CEO) Cermati, Andhy Koesnandar, mengatakan, situs yang dikelolanya itu?saat ini bermitra dengan 70 perusahaan keuangan, seperti bank, asuransi, multifinance, e-commerce, dan market place. Layanan yang ditawarkan Cermati ada tiga, yakni edukasi, informasi produk, dan pengajuan secara daring.
Menurut Andhy, sebelum membeli produk keuangan, pemahaman akan produk itu sangat penting. Sebab tidak semua produk keuangan cocok bagi semua orang. Untuk mengetahui produk apa yang cocok tentu tidak mudah. Akan tetapi, di Cermati semua bisa lebih mudah sehingga orang bisa mengambil keputusan dengan lebih cepat.
Selain Cermati, startup model market aggregator?dengan produk yang serupa tidak sedikit jumlahnya. Yang membedakan dengan beberapa market aggregator lainnya adalah product selection dan service yang diberikan. Ketika mengunjungi website Cermati, beberapa terasa lebih mudah untuk dipahami dan proses pengajuan dapat dilakukan lebih cepat.?
Yang terpenting bagi sebuah situs market aggregator produknya lengkap, informasinya tepat, dan pengajuan bisa dilakukan lebih cepat. Hampir semua market aggregator bisa melakukan pengajuan, tetapi Cermati memiliki service level agreement (SLA) untuk menjamin kecepatan layanan.?
Mendongkrak Inklusi Keuangan?
Andhy mengakui bahwa inklusi keuangan di Indonesia masih sangat rendah, bahkan dibanding dengan negara di Asia Tenggara sekalipun. Contoh, Thailand dengan kondisi ekonomi dan masyarakat yang tidak beda jauh, Indonesia memiliki inklusi yang masih rendah sekitar 36%.
Hal itulah yang mendasari dia untuk bermain di bisnis market aggregator. Dari tiga jenis financial technology?(fintech) yang ada di Indonesia, dua lainnya peer to peer (P2P) lending dan payment system. Melalui bisnis yang dijalankan, Cermati ingin membantu banyak masyarakat untuk mendapatkan produk keuangan. Itu sejalan dengan program pemerintah yang ingin meningkatkan inklusi keuangan.?
?Tantangan kita adalah bagaimana bisa membantu supaya distribusi produk keuangan itu menjadi lebih mudah dan cepat, dan menjangkau masyarakat yang belum memiliki produk keuangan,? katanya.
Dari sisi perbankan, Cermati adalah kanal mereka untuk distribusi informasi mengenai produk mereka juga distribusinya. Dari sini, perusahaan mendapatkan monetisasi model bisnisnya. Layaknya agen penjualan, dari setiap pendistribusian produk keuangan, Cermati akan mendapatkan fee.
Andhy mencontohkan, sebuah bank mempunyai 1.000 kantor cabang yang mampu menghasilkan 100 akun per cabang. Ongkos dari pembukaan akun itu menjadi pengeluaran bank tersebut. Ibaratnya, Cermati menjadi alternatif dari cabang atau?direct sales tersebut dengan membantu mendistribusikan produk keuangan milik bank.
Fee yang ditetapkan oleh Cermati bersaing dengan perusahaan lain, terlebih jika dibandingkan dengan agen penjualan konvensional yang melakukan penjualan secara langsung. Sebab, dengan pendekatan digital dan banyaknya mitra perusahaan yang bergabung, Cermati dapat menekan biaya operasional.?
?Tapi yang lebih penting adalah bagaimana masyarakat happy dan customer mendapatkan produk yang dibutuhkan. Sebab dari sisi bisnis, reputasi itu penting,? ujar Andhy.?
Regulasi yang memudahkan
Sejak berdiri tahun 2015 lalu, Cermati mengalami pertumbuhan?yang menggembirakan. Pertumbuhan itu dapat dilihat dari pengunjung situs yang saat ini sudah mencapai 5 juta pengunjung per bulan. Namun sayang, dari jumlah tersebut, yang akhirnya melakukan pengajuan produk keuangan hanya sekitar 5%. Adapun produk yang paling banyak diminati adalah produk asuransi, deposito, pinjaman, dan kartu kredit.
Salah satu kendala terbesar dalam proses pengajuan tersebut adalah proses KYC yang harus dilakukan secara fisik. Sementara, Tim Cermati saat ini baru melayani proses KYC di kota-kota besar, seperti Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya. Proses tersebut belum dapat dilayani di kota-kota kecil, semisal Pasuruan, meskipun ada peminatnya di sana. Untuk itu, Cermati dan pelaku fintech yang lain sedang berupaya mendorong?pemerintah agar segera mengeluarkan regulasi KYC secara daring.
Adapun yang dilakukan dalam proses KYC, di antaranya mencocokkan KTP dengan pemiliknya, foto dengan wajahnya, dan tanda tangan dengan aslinya. E-KYC intinya melakukan semua proses itu secara daring yang telah distandardisasi oleh pemerintah dan dapat diterima regulator.
Dari tiga jenis fintech, P2P dan payment system regulasinya sudah ada. Untuk market aggregator kabarnya akan dibuat pada tahun ini. Sekarang, Cermati sedang menunggu regulasi itu. Dengan aturan yang jelas, bisnis ini akan berkembang semakin pesat. Pada akhirnya, program pemerintah untuk meningkatkan inklusi keuangan juga akan tercapai.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Ratih Rahayu
Tag Terkait: