Harga minyak mentah turun pada penutupan perdagangan, Rabu (15/8/2018) pagi WIB, tertekan oleh penguatan dolar AS karena investor tetap khawatir tentang krisis keuangan di Turki.
Patokan internasional, minyak mentah Brent untuk pengiriman Oktober, turun 0,15 dolar AS menjadi ditutup pada 72,46 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Sementara itu minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) turun 0,16 dolar AS menjadi menetap di 67,04 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. Demikian laporan yang dikutip dari Reuters.
Kontrak berjangka memperpanjang kerugian mereka dalam perdagangan pasca-penyelesaian, setelah data dari kelompok industri American Petroleum Institute (API) menunjukkan bahwa stok minyak mentah AS secara tak terduga naik 3,7 juta barel pekan lalu, dibandingkan dengan ekspektasi para analis untuk penurunan 2,5 juta barel.
Pada awal sesi, harga minyak naik didukung oleh keuntungan di pasar ekuitas, tetapi memangkas kenaikannya di tengah hari, karena indeks dolar AS menyentuh posisi tertingginya sejak akhir Juni 2017.
Dolar AS yang lebih kuat membuat minyak yang dihargakan dalam mata uang greenback lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
"Biasanya ketika dolar AS mulai meningkat, itu mungkin tanda bahwa kita masih khawatir tentang situasi Turki," kata Phil Flynn, analis di Price Futures Group di Chicago. "Masih ada sedikit kegugupan di panggung global."
Indeks-indeks saham AS secara luas menguat dan lira Turki pulih, sehari setelah jatuh ke titik terendah, yang memicu kekhawatiran bahwa krisis negara itu mungkin menyebar ke pasar negara-negara berkembang lainnya.
"Ekuitas dan dolar AS adalah kunci utama dari kisah yang sedang berlangsung di Turki dan meskipun lira telah mencatat rebound signifikan hari ini (14/8), kebuntuan antara Turki dan AS menunjukkan tidak ada tanda-tanda kemajuan," Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates, mengatakan dalam sebuah catatan.
"Akibatnya, kekhawatiran atas penularan cenderung meningkat dalam proses mengurangi risiko dan memperbaharui tekanan turun pada harga minyak."
Kerugian minyak dibatasi oleh kekhawatiran atas pasokan minyak mentah global yang lebih rendah dari produsen-produsen utama.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) mengatakan pada Senin (13/8) bahwa Arab Saudi telah memangkas produksinya. Ekspor dari Iran juga diperkirakan turun karena Washington memberlakukan kembali sanksi-sanksi.
Tetapi OPEC memperkirakan pasokan minyak oleh negara-negara di luar kartel meningkat 2,13 juta barel per hari pada tahun depan, 30.000 barel per hari lebih besar dari perkiraan bulan lalu, didorong oleh produksi minyak serpih AS yang baru.
"Kami sekarang memiliki gambaran fundamental yang lebih ketat daripada yang kami miliki setahun yang lalu," kata Gene McGillian, wakil presiden riset pasar di Tradition Energy di Stamford, Connecticut. "Anda terus melihat tanda-tanda bahwa permintaan cukup kuat."
Namun, beberapa analis mengatakan perselisihan perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok dan gejolak di pasar negara-negara berkembang dapat mengekang permintaan energi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: