Pemberitaan yang menyebut Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, membolehkan warga Kota Palu menjarah minimarket, membuat sejumlah Majelis Ulama Indonesia (MUI) merasa kaget. Sebab hal tersebut tidaklah dibolehkan.
Anggota Komisi Hukum MUI, Anton Tabah Digdoyo, mengatakan tidak percaya dengan pemberitaan yang memerintahkan warga Palu membolehkan menjarah minimarket tersebut, usai kejadian gempa bumi dan tsunami beberapa waktu lalu.
?Ah masak sih bebas menjarah? Kalau seperti itu jelas salah,? katanya di Jakarta, Senin (1/10/2018).
Ia menambahkan, menjarah merupakan kejahatan pidana yang cukup berat. Apalagi, jika menjarah dilakukan dalam kondisi bencana alam, maka bisa masuk dalam kategori extra ordinary crime. Karena itu, ia menilai seharusnya pemerintah bekerjasama dengan pemilik toko untuk memberikan barang kepada korban bencana. Barang yang diberikan harus dicatat dengan baik sehingga nanti bisa diganti rugi oleh pemerintah.
?Dengan demikian ada kerjasama yang harmoni semua pihak dengan baik dan indah,? terangnya.
Namun hal itu berbeda, jika perintah yang diberikan adalah bebas menjarah. Sebab akan menimbulkan efek lain yang merugikan, seperti kerusakan barang-barang milik minimarket yang bersangkutan.
?Akhirnya terjadi kekacauan luar biasa di Palu seperti yang viral di media dan nanti akan kesulitan pendataannya,? jelasnya.
Sekadar diketahui, Menteri Tjahjo telah meluruskan kabar tentang perintah menjarah tersebut. Ia menegaskan bahwa perintah yang dikeluarkan adalah aparatur pemerintah di Sulteng, memborong makanan dan minuman untuk diberikan secara gratis kepada masyarakat korban bencana.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Irfan Mualim
Editor: Irfan Mualim
Tag Terkait: