Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        PM Kamboja Tak Gentar dengan Sanksi Perdagangan Uni Eropa

        PM Kamboja Tak Gentar dengan Sanksi Perdagangan Uni Eropa Kredit Foto: Reuters/Samrang Pring
        Warta Ekonomi, Tokyo -

        Perdana Menteri Kamboja Hun Sen telah mengambil sikap untuk menentang setelah pengumuman Uni Eropa pekan lalu bahwa pihaknya akan meningkatkan tekanan perdagangan di Kamboja terkait isu masalah hak asasi manusia.

        Uni Eropa (UE) menyatakan kepada Kamboja pada Jumat pekan lalu bahwa mereka akan kehilangan akses khususnya ke blok perdagangan terbesar di dunia, dan mengatakan pihaknya mempertimbangkan sanksi perdagangan serupa untuk Myanmar, dengan menambahkan bahwa pihaknya siap untuk menghukum pelanggaran hak asasi manusia di kedua negara.

        Uni Eropa memperingatkan bahwa mereka telah meluncurkan tinjauan selama enam bulan akses bebas pajak Kamboja ke Uni Eropa, yang berarti garmen, gula dan ekspor lainnya dapat menghadapi tarif dalam waktu 12 bulan.

        Berbicara kepada mahasiswa Kamboja pada Minggu (7/10/2018) sebagai bagian selama melakukan perjalanannya ke Jepang untuk menghadiri pertemuan regional, Hun Sen mengatakan Kamboja harus mempertahankan kedaulatannya. PM Hun Sen telah memegang kekuasaan selama tiga dekade.

        "Apa pun tindakan yang ingin mereka lakukan terhadap Kamboja, dengan cara apa pun, Kamboja harus kuat dalam mempertahankan kedaulatannya," ungkap Hun Sen dalam pidato kepada para mahasiswa di Tokyo yang dibagikan di halaman Facebooknya pada Minggu (7/10/2018).

        "Saya katakan lagi dan lagi, jangan tukar kedaulatan nasional dengan bantuan, jangan bertukar damai negara dengan bantuan," ujarnya, seperti dilansir dari Channel NewsAsia, Senin (8/10/2018).

        Dia tidak secara khusus berkomentar tentang bagaimana penghapusan hak istimewa perdagangan dapat berdampak pada ekspor Kamboja.

        Uni Eropa memperingatkan Kamboja pada Juli bahwa negara itu bisa kehilangan status perdagangan khususnya setelah pemilihan umum yang mengembalikan Perdana Menteri Hun Sen ke tampuk kekuasaan.

        Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan pemilihan itu tidak adil karena kurangnya oposisi yang kredibel, di antara alasan lain. Oposisi utama Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP) dibubarkan oleh Mahkamah Agung negara itu atas permintaan pemerintah tahun lalu dan tidak ikut serta dalam pemilihan.

        Banyak pemimpin CNRP telah melarikan diri ke luar negeri dan hidup dalam pengasingan sendiri. Ekspor Kamboja ke Uni Eropa bernilai 5 miliar euro (US$5,8 miliar) tahun lalu, menurut data Uni Eropa.

        Industri tekstil, garmen dan alas kaki Kamboja sangat penting bagi perekonomiannya. Sekitar 40 persen dari PDB berasal dari ekspor garmen. Sektor garmen mempekerjakan lebih dari 800.000 pekerja. UE dan AS adalah pasar utama negara untuk ekspor, menurut International Labour Organization (ILO).

        Seorang juru bicara pemerintah, Phay Siphan, juga tidak bisa berkomentar. Kamboja menandai hari libur nasional dari Senin hingga Rabu pekan ini dengan banyak kantor ditutup.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Hafit Yudi Suprobo
        Editor: Hafit Yudi Suprobo

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: