Schneider Electric, perusahaan manajemen energi dan automasi listrik memperkenalkan inovasi terbaru Masterpact MTZ, generasi berikutnya dari high power low voltage air circuit breaker (ACB) pintar berbasis Internet of Things (IoT) dengan kemampuan analisa prediktif yang dipadukan dengan alat pengukur daya kelas 1 di industri.
Country President Schneider Electric Indonesia, Xavier Denoly, mengatakan Masterpact MTZ menjadi yang pertama untuk kategori air circuit breaker dengan tingkat akurasi pengukur daya teratas di kelasnya, dan tersertifikasi dengan standard internasional.
Ia mengatakan para pelaku bisnis perlu melakukan otomatisasi pengelolaan energi listrik dengan kemampuan analisa prediktif untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi dan mengontrol biaya operasional akibat gangguan listrik yang tak terduga
?Pelaku bisnis tentunya mengharapkan distribusi listrik yang lebih aman, dapat diandalkan, efisien, berkelanjutan dan terhubung. Masterpact MTZ terbaru ini menawarkan kemampuan digital yang terhubung dan dapat diintegrasikan dengan arsitektur EcoStruxure bagi pelanggan akhir, konsultan, pembuat panel listrik dan kontraktor listrik yang membutuhkan pemutus daya tinggi sebagai bagian dari low-voltage solution untuk lokasi industri dan bangunan yang kritikal," Kata Xavier di Jakarta, Kamis (8/11/2018).
Ia menambahkan solusi high power low voltage air circuit breaker (ACB) pintar berbasis Internet of Things (IoT) ini sangat cocok untuk bangunan-bangunan yang membutuhkan keandalan listrik setiap saat 24 jam / 7 hari dan memiliki sensitivitas tinggi terhadap terjadinya gangguan listrik seperti Rumah Sakit dan Data Center.
?Bisnis seperti Rumah Sakit dan Data Center yang sangat sensitif dan bergantung terhadap keandalan listrik, memastikan tidak adanya downtime dan gangguan listrik sangatlah krusial karena berdampak langsung terhadap reputasi perusahaan, kerugian finansial, keamanan data serta kenyamanan dan kepuasaan klien/pasien. Oleh karena itu pengadopsian IoT dalam manajemen energi gedung menjadi sebuah keharusan,? tambah Xavier.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Asian Development Bank memperkirakan kerugian finansial yang diakibatkam gangguan listrik mencapai US$90.000 hingga US$6,48 juta per jam downtime.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: