Anggota Komisi VI DPR dari fraksi partai Golkar, Bowo Sidik, meminta, agar pemerintah untuk duduk bersama dengan DPR RI dalam mengambil keputusan terkait BP Batam. Menurutnya, UU FTZ menyebut BP Batam di kelola oleh lembaga setingkat menteri yang menjadi mitra di Komisi VI DPR.
Menurutnya, peleburan itu melanggar UU 23/2014 tentang Pemerintahan yang melarang walikota merangkap jabatan, dan UU 53/1999 yang dengan jelas membagi wewenang dua lembaga tersebut.
"Sebagai mitra koalisi, kami mengingatkan pemerintah untuk tidak melanggar UU. Sebaiknya pemerintah duduk bersama dengan DPR RI mengevaluasi semua permasalahan terkait Batam sehingga semua keputusan yang diambil tidak menabrak UU,? kata dia di Jakarta, Jum?at (11/01/2019).
Sementara Danang Girindrawardana, Pakar Kebijakan Publik, menilai wacana melebur Kepemimpinan BP Batam dengan Wali Kota Batam adalah kebijakan yang salah kaprah. Mengingat pengembangan Batam sejak semula diupayakan menjadi Free Trade Zone (FTZ), dengan pendekatan supply-side sejak zaman Pak Harto, dengan harapan sebagai gerbang ekspor impor untuk mendongkrak investasi dan industrialisasi.
Jika melihat di Hanoi dan Penang, kawasan industri diserahkan ke Pemerintah daerah tapi kelembagaannya kuat. Jika ada masalah maka langsung bisa ke pusat, tidak perlu lobi-lobi dulu. Kita sekarang bicara Indonesia yang birokrasinya berbelit-belit, mengurus BP Batam yang punya ekspektasi besar terhadap pertumbuhan ekonomi secara nasional. Apakah relevan jika di kelola oleh walikota? Belum lagi di Indonesia rentan terjadi benturan komplikasi kewenangan yang diakibatkan adanya undang-undang otonomi daerah.
?Kita punya harapan besar terhadap BP Batam sebagai dongkrak ekonomi nasional. Tapi dikelola oleh daerah, sementara daerah jika ada tekanan dari pusat langsung ciut. Belum lagi, pengambilan kebijakannya harus lobi sana-sini.? Ini tidak logis pasti ada apa-apanya, dan banyak kepentingan dibelakangnya,? kata dia.
Harusnya, sambung dia, melihat potensi BP Batam menjadi garda depan kekuatan pintu ekspor Indonesia dan minimalisir impor sepatutnya BP Batam diberikan power lebih dengan pengelolaan yang lebih professional. Sehingga mampu bersaing dengan negara-negara tetangga seperti Singapura maupun Malaysia bukan malah dilemahkan hanya dikelola oleh daerah yang kekuatan kebijakannya terbatas.
?Harusnya kekuatannya harus lebih diperkuat bukan malah dibatasi,? sambungnya.
Lantas, ujar dia lagi, untuk menarik dan mengelola investor besar, masa hanya urus di daerah.
"Izin investasi kan ada? BKPM, ada juga Kementrian Perekonomian, Kementrian Keuangan. Investor kan butuh kepastian, kalau udah rancu seperti? ini, investor bisa pada lari,? ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin, Suryani S Motik, menuturkan antara BP Batam dan Pemkot Batam itu dua hal yang berbeda. BP Batam itu profesional yang memang kepanjangan tangan dari pusat. Sementara wali kota itu pemerintah daerah. Wali kota sendiri, itu sifatnya lima tahunan. Jika ganti wali kota akan ganti kebijakan dan ganti arah. Karena wali kota itu jabatan politis sehingga setiap kebijakannya ada kepentingan politik? didalamnya.
?Wacana peleburan ini jelas ada kepentingan politik besar didalamnya,? katanya.
Padahal, apa yang sudah ada di Batam sekarang ini sudah bagus. Dibawak kepemimpinan pak lukita yang professional, Batam investasi di Batam mulai mengeliat. Batam yang 2017 masih tumbuh dikisaran 2 persenan, 2018 umbuh diatas 4%. Jika nanti pengelolaannya dipegang oleh wali kota, setiap lima tahun sekali arah kebijakannya berubah, tergantung pemenang dan arah kepentingannya.
?Bicara politik di Indonesia sangatlah rentan, jika Batam dikelola oleh wali kota yang open minded, bagus dan profesional masih oke lah. tapi kalau tidak, akan jadi bencana,? tegasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Yosi Winosa
Editor: Kumairoh