Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menerbitkan 1.000 lebih Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Pulau D atau yang sekarang disebut sebagai Pantai Maju kepada pengembang atas nama PT Kapuk Naga Indah (PT KNI). Gubernur Anies Rasyid Baswedan dianggap tak konsisten dengan janji kampanyenya pada Pilkada 2017.
Saat itu dia berjanji bakal menghentikan seluruh kegiatan di Pulau Reklamasi yang dilakukan di era Ahok. Anies tak setuju dengan adanya penilaian dari beberapa pihak yang menganggap dirinya mengingkari janji yang pernah dilontarkan kepada masyarakat Ibu Kota beberapa waktu lalu.
Anies mengatakan, dalam menerbitkan IMB, pihaknya mengacu kepada Pergub DKI nomor 206 tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota (PRK) Pulau C, D dan E yang diterbitkan oleh mantan gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Baca Juga: Anies: Saya Tidak Jual Kedaulatan RI, Dibayar 100% Pun Tidak Terima!?
Selain itu, adanya sebuah perjanjian kerjasama (PKS) antara Pemprov DKI dengan pengembang pada 11 Agustus, 2 dan 5 Oktober 2017 juga mewajibkan pihaknya memberikan IMB kepada PT KNI.
"Saya mulai bertugas 16 Oktober (2017). Jadi jangan pernah bilang mengingkari janji, kita menepati janji," kata Anies saat diwawancarai iNews TV di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Jumat, 28 Juni 2019.
Dalam klausul PKS yang mengacu kepada Pergub DKI nomor 206 tahun 2016 itu, Pemprov DKI diwajibkan mengeluarkan IMB setelah PT KNI menerima sertifikat hak pengelolaan lahan (HPL) dan hak guna bangunan (HGB).
Baca Juga: Bela Anies, JK Sebut Pemprov Sudah Benar Soal Reklamasi
Pada 24 Agustus 2017, Badan Pertanahan Nasional (BPN) wilayah Jakarta Utara menerbitkan sertifikat HGB untuk Pulau D, yang ditandatangani Kepala Kantor Pertanahanan Jakarta Utara, Kasten Situmorang.
Karena Pergub 206 tak berlaku surut dan dianggap kuat, Anies mengaku harus mengeluarkan IMB dan tidak bisa membongkarnya dengan cara merevisi regulator tersebut.
Anies mencontohkan, saat ada orang yang membuat rumah dengan aturan tata ruang yang sudah ada, kemudian dalam tiga tahun pemerintah membuat zona tersebut menjadi lahan hijau, maka bangunan itu tak bisa dibongkar.
"Jadi ini bukan menyalahkan atau tidak, ini soal urutan prosesnya. Penting bagi kita saat ini untuk menyadari, apa yang kemarin kita kerjakan itu bagian dari menghargai prinsip-prinsip dasar hukum, kepastian atas hukum," ujarnya.
Baca Juga: Dihajar Isu IMB Reklamasi, Jangan Baper Bang Anies, Ingat 2024
Menurut dia, secara politik dampak pembongkaran itu bisa dahsyat, di mana-mana akan disambut dengan tepuk-tangan. Namun, jika itu dilakukan, yang hancur bukan saja bangunan di tanah hasil reklamasi, tapi tatanan hukum juga ikut rusak.
"Yang terjadi orang tidak percaya lagi keputusan gubernur. Orang tidak percaya lagi pada ketetapan yang dibuat pemerintah karena yang melanggarnya pemerintah itu sendiri," katanya.
Saat ini, lanjut dia, dalam menata ruang pulau reklamasi yang sudah terbangun yaitu yakni pulau C, D, dan G, pihaknya akan mengajukan revisi Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi serta Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2030 ke DPRD DKI.
"Ketika itu ada, nanti akan menjadikan dasar untuk melakukan kegiatan," ujar dia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Lestari Ningsih
Tag Terkait: