Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Boy Thohir, Si Calo Tanah yang Jadi Konglomerat di Indonesia

        Boy Thohir, Si Calo Tanah yang Jadi Konglomerat di Indonesia Kredit Foto: Liputan6
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Nama Garibaldi Thohir atau yang lebih dikenal Boy Thohir belakangan menjadi perbincangan karena baru saja resmi menyandang status baru sebagai Komisaris Independen Go-Jek. Ia mengklaim akan memboyong startup buatan anak negeri ini menjadi platform teknologi terdepan di Asia Tenggara.

        Boy Thohir merupakan salah satu konglomerat di Indonesia yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PT Adaro Energy Tbk (ADARO). Sebelum sesukses sekarang, kakak dari Erick Thohir ini pernah menjadi calo tanah, dan juga sempat tak mendapat izin dari Ayahnya, Mochamad Teddy Thohir untuk menjadi pegawai.

        Baca Juga: Simak Kehidupan Ayah Erick dan Boy Thohir, dari Lahir Melarat Hingga Jadi Konglomerat

        Kisahnya di dunia bisnis bermula ketika Boy pulang dari Amerika Serikat (AS) setelah merampungkan pendidikannya hingga meraih gelar master. Sebagai lulusan universitas luar negeri, Boy ingin bekerja di perusahaan bonafit, seperti Citibank, American Express dan IBM.

        Namun, ternyata keinginannya itu dilarang. Akhirnya, pada 1991 dia terbesit untuk mendirikan bisnis properti. Idenya itu muncul lantaran dia tahu bahwa akan ada pembangunan jalan yang menguhubungkan Saharjo dengan Kuningan. Boy pun ingin mendirikan sebuah gedung yang hendak dia sewakan.

        Rencana itu pun mendapatkan izin dari ayahnya dan ia diberikan modal. Namun, rencana itu kandas lantaran dia hanya ingin membebaskan lahan seluas 3.000 meter persegi, sementara ketentuan pembebasan lahan minimum 1 ha.

        Akhirnya dia dibawa ayahnya menemui petinggi-petinggi Astra Internasional saat itu, seperti Theodore Permadi Rachmat dan Edwin Soeryadjaya. Boy diminta untuk mempresentasikan pemikirannya tentang peluang bisnis properti di wilayah yang kini menjadi kawasan Kasablanka.

        Proposal Boy pun di terima, dia diminta untuk membebaskan lahan seluas 20 ha. Sayangnya lantaran kondisi perekonomian saat itu sedang terganggu dia hanya bisa membebaskan lahan seluas 3 ha.

        Baca Juga: Nasib Perusahaan Milik Erick Thohir: Besar Pasak daripada Tiang, Reaksi Investor?

        Ia dulu hanya seorang calo tanah yang membebaskan lahan untuk Astra. Meski gagal menjadi pegusaha properti dan hanya mentok menjadi calo tanah, justru pengalaman itu yang bisa membuatnya menjadi pengusaha sukses.

        Lambat laun ia mulai terjun ke dunia bisnis batu bara. Usai menutup dalam-dalam citanya menjadi pebisnis properti, Boy pun menerima proposal bisnis batu bara di Sawahlunto dari rekan ibunya, pemilik PT Allied Indo Coal.

        Saat itu, Garibaldi Thohir sama sekali tak punya pemahaman soal batu bara. Aksi coba-coba itu hanya didasari oleh asumsi bahwa suatu saat minyak bakal habis, dan batu baralah penggantinya.

        Pada awalnya Boy hanya diberikan 20 persen saham di PT Allied Indo Coal. Sayang perusahan itu performanya enggak baik, apalagi batu bara saat itu masih belum diminati. Akhirnya, Boy pun gagal lagi.

        Singkat cerita, Boy pun memutuskan untuk mendirikan PT Wahana Ottomitra Multiartha (WOM FInance). Ia menggunakan uang pribadinya sebesar Rp5 miliar untuk modal dan Rp5 miliar lagi dari Ometraco. Selain itu, ia juga meminjam dana dari bank sebesar Rp50 miliar.

        Baca Juga: Jadi Komisaris Gojek, Boy Thohir: Saya Tidak Punya Niat. . . .

        WOM Finance merupakan perusahaan finance atau pembiayaan kredit kendaraan bermotor. Dari sinilah kesuksesan Boy mulai terlihat. Ia mendapatkan keuntungan besar dari WOM Finance.

        Sebagai pengusaha, Boy memanfaatkan uang itu dengan mendirikan sebuah konsorsium bersama Theodore Permadi Rachmat, Sandiaga Uno, dan Benny Subianto buat membeli saham Adaro dari perusahaan Australia, New Hope.

        Pada tahun 2008, Adaro melantai di bursa saham dengan mengusung produk andalan yaitu batu bara ramah lingkungan. Singkat cerita, Adaro pun sukses dan tercatat sebagai salah satu dari 50 perusahaan terbaik versi Forbes tahun 2018.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Clara Aprilia Sukandar
        Editor: Clara Aprilia Sukandar

        Bagikan Artikel: