Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        5G, Akankah Bernasib Sama Seperti Concorde?

        5G, Akankah Bernasib Sama Seperti Concorde? Kredit Foto: Unsplash/Rawpixel
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Usai pengumuman tentang peluncuran 5G baru-baru ini, Singapura dihebohkan dengan berbagai kemungkinan yang diharapkan dari kehadirannya. Para pemimpin perusahaan menggembar-gemborkan ekosistem 5G yang dinamis sebagai faktor kunci dalam ekonomi digital yang kompetitif. Tapi, seberapa banyak yang kita ketahui tentang 5G? Dan, apakah 5G betul-betul seperti yang digembar-gemborkan?

        Regional TMT Research Bank DBS, Sachin Mittal, menyatakan dari sisi kemampuannya, secara relatif, 5G meningkatkan kecepatan dan latensi data -dengan meningkatan kecepatan data 10 hingga 100 kali- serta membidik latensi 20 hingga 40 kali lebih rendah dan dengan demikian memperpendek waktu yang dibutuhkan sinyal untuk mencapai satu titik dari titik lain.

        Dalam praktik, 5G memungkinkan seseorang mengunduh film ultra high-definition (HD) hanya dalam beberapa detik. Dengan kata lain, kecepatan proses unduhan hampir secepat kilat apabila dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan oleh 4G.

        "Peramal masa depan membayangkan bahwa, dalam waktu tidak terlalu lama, orang dapat menonton film di mobil otonom (yang juga didukung 5G), yang akan mengantarnya ke tempat kerja, dengan segala sesuatu telah sepenuhnya dilakukan secara otomatis oleh robot," papar dia belum lama ini.

        Baca Juga: Keren... Motorola Z2 Bisa Terhubung dengan Jaringan 5G Moto Mod

        Bayangkan keadaan jalan raya pada jam sibuk. Sekarang, bayangkan jalan raya tersebut sebagai jaringan telekomunikasi dan kendaraan yang lalu-lalang di sana sebagai byte data. Untuk memperlancar arus lalu lintas di jalan raya padat tersebut, dua hal perlu terjadi: (a) kendaraan harus melaju lebih cepat atau (b) jalur baru ditambahkan untuk menampung lebih banyak kendaraan. Kini, jalan raya 4G sudah beroperasi dengan kapasitas penuh. Batas maksimum telah dicapai. Semua jalurnya penuh dengan kendaraan, yang melaju dengan kecepatan maksimum.

        Bayangkan 5G, jalan raya lebih lebar dengan kapasitas lebih besar untuk menampung lebih banyak kendaraan. Namun, apa gunanya lebih banyak jalur tanpa disertai dengan kecepatan lebih tinggi? Untungnya, 5G menggunakan teknologi massive multiple input and multiple output (mMIMO), yang memungkinkan setiap kendaraan melintas 1,5 hingga 5,0 lebih cepat dari biasanya.

        Namun demikian, Mittal menilai penerapan teknologi 5G memiliki tantangan tersendiri, terutama dalam hal penggunaan teknologi mMIMO, yang mensyaratkan penggunaan spektrum frekuensi tinggi. Secara analog, meski lebar, sebenarnya panjang efektif jalur operasional 5G sangat pendek.

        "Pada dasarnya itu berarti bahwa operator telekomunikasi harus terus menambahkan berbagai struktur pendukung untuk memperpanjang jalur 5G. Di dunia nyata, struktur pendukung itu disebut basestation (perangkat pengirim dan penerima sinyal) dan digunakan untuk memperluas jangkauan nirkabel," tambah dia.

        5G tidak hanya membutuhkan lebih banyak base stations, biaya setiap stasiun kemungkinan jauh lebih mahal. Menurut perkiraan konservatif, diperlukan 4,0 hingga 5,0 kali lebih banyak base station untuk mendukung teknologi 5G. Biaya setiap base station 5G mungkin 20 hingga 30 persen lebih tinggi, serta mengonsumsi daya tiga kali lebih banyak. Dapatkah Anda membayangkan hidup di dunia, yang dikelilingi oleh begitu banyak base station?

        Mobil otonom digadang-gadang sebagai bukti penerapan teknologi 5G. Sementara sebagian besar pemain 5G mengklaim bahwa 5G beroperasi pada tingkat latensi kurang dari 30 milidetik, angka itu masih jauh di atas tingkat yang diperlukan oleh mobil otonom agar berfungsi lebih optimal (1 hingga 2 milidetik). Dengan mempertimbangkan faktor tersebut, investasi besar-besaran juga harus dilakukan di bidang itu.

        Singkatnya, peluncuran jaringan 5G membutuhkan modal sangat besar. Yang lebih penting, apakah konsumen bersedia menanggung biaya untuk menikmati segala "kenyamanan" teknologi 5G?

        Ia tidak berpendapat demikian, kecuali jika 5G dapat membantu konsumen mengakses kenyamanan baru, atau memangkas biaya di tempat lain. Perusahaan, di sisi lain, mungkin akan bersedia merogoh kocek demi 5G jika hal tersebut membantu mereka mendapatkan sumber pendapatan baru bagi bisnis mereka.

        Potensi penerapan teknologi 5G mengalami nasib sama dengan kehebohan terkait teknologi tersebut. Pengembangan kendaraan otonom, misalnya, terlambat beberapa tahun dari rencana. Sejauh ini, kendaraan hanya dapat berjalan dengan dikendarai oleh pengemudi atau sepenuhnya otonom hanya di jalur-jalur tertentu. Kebutuhan praktis untuk 5G sulit untuk dibenarkan jika tidak diiringi dengan keberhasilan pengembang dalam menempatkan kendaraan otonom di jalan bebas hambatan.

        Dalam kenyataan, kecepatan yang ditawarkan oleh teknologi 4.5G lebih dari cukup untuk sebagian besar penggunaan konsumen dan perusahaan. 4.5G berfungsi sebagai saluran efektif untuk mengatasi tantangan teknis jangka pendek dalam meluncurkan layanan 5G, sembari mempertahankan kompatibilitas dengan perangkat dan infrastruktur 4G yang ada.

        "Terus terang, usulan bagi penerapan konektivitas 5G secara menyeluruh terlalu sulit diterima. Perusahaan mungkin menjadi pengguna awal 5G untuk proyek tertentu, namun kami tidak yakin hal itu akan terjadi dalam waktu dekat," tambah dia.

        Baca Juga: Akankah OS Hongmeng Hadir di Mate 30 5G dan Mate X?

        Jika sejarah adalah petunjuk (baca: The Concorde) maka yang tercepat tidak selalu keluar sebagai pemenang. Ternyata, teknologi 5G jauh di bawah yang digembar-gemborkan di sebagian besar negara, yang telah menerapkannya. Operator seluler melebih-lebihkan kemampuan serta kehebatan aksesibilitas dan konektivitasnya.

        Berikut adalah beberapa contoh: baru-baru ini, AT&T dikritik karena dianggap mengelabui pelanggan, membuat mereka berpikir bahwa jaringan 4G mereka adalah jaringan 5G, hanya dengan mengubah ikon jaringan telepon. Partisipasi Verizon ke dalam pasar 5G juga di bawah standar, dengan berbagai keluhan pelanggan mengenai jangkauan buruk dan tidak merata. Tak jauh dari sini, di Korea Selatan, 5G masih terbatas pada daerah perkotaan.

        Sungguh berat tanggung jawab yang dipikul para pemimpin. Dengan persiapan peluncuran 5G secara seadanya, orang pasti bertanya-tanya, apakah biaya investasi tambahan untuk 5G betul-betul sepadan?

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Yosi Winosa
        Editor: Cahyo Prayogo

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: