Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Menakar Saham Sektoral di Tengah Tren Penurunan Suku Bunga

        Menakar Saham Sektoral di Tengah Tren Penurunan Suku Bunga Kredit Foto: Antara/Puspa Perwitasari
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Langkah pelonggaran moneter semakin serius dilakukan oleh Bank Indonesia demi menopang pertumbuhan ekonomi saat kinerja ekspor belum memperlihatkan perbaikan sejalan dengan ketidakpastian global akibat perang dagang AS dan China yang masih berkepanjangan. Dalam dua bulan berturut-turut suku bunga acuan telah dipangkas.

        Rapat dewan gubernur BI pekan lalu kembali memotong suku bunga acuan atau BI 7-Day Reserve Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,5%, setelah pada Juli juga memangkas suku bunga pada level yang sama.

        Meninggalkan kebijakan moneter ketat saat kondisi global cukup fluktuatif tentunya bukan tanpa risiko apalagi pengaruhnya terhadap pasar keuangan domestik.

        Menurut Kepala Riset Bahana Sekuritas Lucky Ariesandi, ruang penurunan suku bunga masih akan terbuka hingga akhir tahun secara total sebesar 50 bps menjadi 5%.

        "Langkah penurunan ini akan membantu perbaikan neraca perdagangan dan dana asing bakal masuk ke surat utang pemerintah, yang pada akhirnya akan menopang nilai tukar," ungkap Lucky.

        Baca Juga: Potong Suku Bunga Acuan Obat yang Pas? Ini Komentar Bos Perusahaan Investasi

        Dengan ruang kebijakan moneter longgar yang terbuka, Bahana menilai ini adalah saat yang menguntungkan bagi sejumlah korporasi yang memiliki utang besar, seperti PT XL Axiata. Perusahaan berkode saham EXCL ini memiliki utang dengan bunga terkait erat terhadap suku bunga jibor, yakni cerminan suku bunga di pasar uang, yang dihitung secara priodik 1 minggu, 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan.

        "Besar suku bunga Jibor sangat dipegaruhi oleh besarnya bunga BI7DRR yang sedang berlaku, sehingga saat suku bunga turun, maka kemampuan perusahaan untuk membayar utangnya akan lebih baik, serta modal yang dimiliki bisa dipakai untuk melakukan ekspansi usah," ujar Lucky.

        Waskita Karya juga akan menuai keuntungan yang sama karena memiliki utang yang cukup besar, tambahnya.

        Industri perbankan yang berhubungan erat dengan suku bunga juga akan mendapat sentimen positif dari tren pelonggaran moneter, terutama bank-bank yang memiliki dana murah yang sedikit dan valuasi rendah, seperti PT Bank Negara Indonesia.

        Bahana memberi rekomendasi beli atas saham perusahaan berkode BBNI ini karena dengan tren penurunan suku bunga akan memiliki ruang untuk ekspansi kredit dengan rasio net interest margin (NIM) yang terjaga stabil serta rasio kredit bermasalah yang membaik.

        Demikian juga halnya dengan PT Bank Rakyat Indonesia akan mendapat sentimen positif karena porsi dana murah di bank berkode saham BBRI ini belum terlalu besar. Berbeda halnya dengan Bank Mandiri (BMRI) dan Bank Central Asia (BBCA) yang memiliki dana murah cukup besar.

        Baca Juga: BI Yakin Penurunan Suku Bunga Acuan Bikin Ekspor Menggeliat

        "Dengan tren penurunan suku bunga yang terjadi saat ini, ruang bagi kedua bank tersebut untuk mempertahankan NIM lebih kecil, plus valuasi saham keduanya juga sudah cukup tinggi," ungkap Lucky.

        Sedangkan peluang bank skala menengah seperti Bank Danamon dan Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) masih terbatas setelah diambilalih oleh Bank Sumitomo Mitsui Indonesia.

        Bank Danamon yang akan merger dengan Bank Nusantara Parahyangan, setelah keduanya dimiliki oleh Mitsubishi UFJ Financial Group Inc juga belum akan melakukan ekspansi bisnis hingga seluruh proses merger selesai.

        Sementara itu, kinerja perusahaan dari sektor otomotif belum akan mendapat sentimen positif meski tren suku bunga turun. Penjualan kendaraan bermotor terutama untuk daerah DKI Jakarta diperkirakan akan mendapat tantangan, setelah Pemprov DKI menaikkan biaya balik nama kendaraan bermotor (BBN-KB) menjadi 12,5%, dari yang sebelumnya sebesar 10%.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: