Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti keputusan yang diambil oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Saut Situmorang dan Penasihat KPK, M Tsani yang memilih mundur dari jabatannya dianggap bentuk kekecewaan yang sudah memuncak.
?Penyerahan mandat kepada Presiden merupakan klimaks atas rentetan persoalan,? kata Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz di Jakarta, Minggu (15/9/2019).
Donal mencontohkan ketidakseriusan pemerintah dan Polri ditunjukan seberapa serius dalam mengungkap kasus teror dan penganiyayan terhadap salah satu penyidik KPK, Novel Baswedan yang hingga saat ini kasus tersebut jalan ditempat atau bahkan akan tenggelam.
Baca Juga: Gerindra Minta KPK Diperkuat, tapi Tetap Harus Dievaluasi
Baca Juga: Presiden Jokowi Disarankan Segera Bekukan Status Pimpinan KPK
?Bertahun sudah penganiayaan Novel tak terungkap, bom molotov ke rumah pimpinan KPK masih gelap, teror kepada penyidik juga tidak jelas perkembangannya, Bahkan belakangan ramai tudingan kelompok Taliban ke KPK sebagai labelisasi pilihan politik,? bebernya.
Kemudian, upaya pemerintah dan parlemen yang diduga ingin melemahkan KPK melalui Revisi Undang-Undang KPK, Donal menganggap dengan Revisi UU KPK merupakan cara baru, sebab jika menggunakan cara teror atau model kriminalisasi selalu gagal.
?Cukup kah itu semua? Ternyata belum. Lalu sekarang KPK coba dibunuh melalui revisi UU KPK. Kalau dulu model kriminalisasi gagal melumpuhkan KPK, sekarang cara yang paling efektif melalui surat menyurat Presiden dan DPR dalam revisi UU. Ini bentuk silent killing,? tuturnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Kumairoh