Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Tolak Bantuan Malaysia dan Singapura Soal Karhutla, Begini Loh Alasan Pemerintah Kita. . . .

        Tolak Bantuan Malaysia dan Singapura Soal Karhutla, Begini Loh Alasan Pemerintah Kita. . . . Kredit Foto: Foto: Reuters.
        Warta Ekonomi, Bogor -

        Meski Malaysia dan Singapura siap membantu menangani masalah kebakaran hutan dan lahan, Pemerintah Indonesia tegas menolaknya, dengan alasan sudah memiliki cukup personal pemadaman dan tak ingin dilecehkan.

        Sekadar informasi, asap dari kebakaran hutan, yang terjadi di enam provinsi di Indonesia, telah menyeberang ke Malaysia dan Singapura hingga mengganggu aktivitas masyarakat di sana. Perdana Menteri Malaysia sendiri bertanya-tanya di balik penolakan Pemerintah Indonesia.

        Baca Juga: Kebakaran Pesantren di Liberia Tewaskan 28 Santri, Kebakaran Disebabkan. . .

        "Ah Gitu Saja Minta Bantuan"

        Dalam akun Facebook resminya, Menteri Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Air Singapura Masagos Zulkifli mengatakan telah berkomunikasi dengan pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia untuk menawarkan bantuan memadamkan api karhutla.

        "Kami telah menawarkan bantuan teknis pemadaman kebakaran ke Indonesia dan siap membantu jika diminta oleh Pemerintah Indonesia, seperti yang kami lakukan pada tahun 2015," ungkap Zulfikli.

        Meski begitu, Juru Bicara KLHK Jati Witjaksono mengatakan Indonesia sedang menjaga martabat dengan tidak meminta bantuan negara lain.

        "Semua sudah gerak. Nanti kalau kita minta bantuan, kita dilecehkan lagi, 'Ah gitu saja minta bantuan.' Makanya kita menjaga harkat dan martabat negara kita. Kita kan malu kalau minta bantuan negara lain," ujarnya kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

        Sudah Punya Cukup Personel

        Indonesia, Malaysia, Singapura, dan negara ASEAN lain adalah pihak dalam Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas-Batas (Agreement on Transboundary Haze Pollution) yang ditandatangani pada 2002.

        Dalam perjanjian itu disebut bahwa negara yang membutuhkan bantuan memadamkan api akibat karhutla, bisa meminta bantuan negara anggota ASEAN lainnya yang bersedia membantu.

        Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Abetnego Tarigan mengatakan hingga kini dirinya belum mendapat informasi lebih lanjut tentang tawaran resmi Singapura dan Malaysia unduk memadamkan karhutla.

        Ia menegaskan Indonesia bukannya menolak bantuan dari negara tetangga, tapi sedang mempertimbangkan hal-hal yang memang dibutuhkan untuk memadamkan kebakaran hutan.

        Indonesia, ujar Abetnego, tidak memiliki masalah terkait jumlah pemadam kebakaran, peralatan, maupun pendanaan.

        Pemerintah telah mengerahkan lebih dari 9.000 personel untuk memadamkan api di lebih dari 2.000 titik panas di sejumlah daerah di Pulau Kalimantan dan Sumatera.

        "Kesulitan kita itu terkait titik-titik yang terbakar dan ketersediaan air dibandingkan dengan magnitudo kebakaran yang ada," kata Abetnego.

        Faktor kemarau, tambah dia, telah membuat sumber air di sejumlah wilayah mengering dan menghambat proses pemadaman.

        Abetnego menyebut menambah jumlah personel tidak akan efektif dalam kondisi seperti itu, justru bisa membahayakan keselamatan. Ia mengatakan segera menemui pihak Kedutaan Singapura untuk membicarakan hal ini.

        Direktur Kerja Sama Sosial dan Budaya ASEAN (KSBA) Kementerian Luar Negeri, Riaz JP Saehu, mengatakan bantuan biasanya baru diminta kalau Presiden RI menyatakan keadaan bencana tertentu, seperti yang terjadi di Palu.

        "Kalau tidak ada pernyataan resmi Presiden kan itu masih bisa ditangani secara nasional," ujarnya.

        Sementara Menteri Lingkungan Hidup Malaysia Yeo Bee Yin telah memberi sinyal akan menempuh langkah diplomatik untuk mencari solusi masalah kebakaran hutan yang terus terjadi selama 20 tahun terakhir.

        "Saya akan mengadakan panggilan konferensi dengan Sekretaris Jenderal ASEAN untuk mengungkapkan pandangan kami. Kami berharap akan ada mekanisme yang efektif dalam level ASEAN sehingga kami dapat bekerja sama dan mencari solusi jangka panjang untuk menyelesaikan masalah ini," ujarnya seperti dikutip dari Reuters.

        Akui Kondisi Darurat

        Di sisi lain, Manajer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial Walhi Wahyu Perdana mengatakan hal terpenting saat ini adalah pengakuan Indonesia bahwa kondisi sekrang sudah darurat.

        "Setelah itu baru bisa menentukan apakah Indonesia butuh bantuan negara lain atau tidak. Kan enggak mungkin secara regulasi kita minta atau menerima (bantuan) tanpa kita menyatakan kondisinya sudah cukup darurat," katanya.

        Wahyu mengatakan, meski efek asap kebarakan sudah membuat kualitas udara di sejumlah daerah melebihi batas normal, pemerintah cenderung memungkiri situasi darurat tersebut.

        Seharusnya, kata dia, pemerintah melihat solusi mitigasi dampak kebakaran hutan tidak sebatas pemadaman, tapi kemampuan tanggap darurat dalam menangani dampak bencana.

        "Misalnya, seberapa besar jangkauan kita terhadap semua korban asap, baik penyediaan rumah sakit dan penggratisan (layanan kesehatan)," ujarnya.

        Sementara itu, keengganan Indonesia menerima bantuan negara lain dikritik warga Malaysia.

        "Masalah mereka lebih besar daripada yang bisa mereka tangani. Negara tetangga menawarkan bantuan dan Anda mengatakan tidak menginginkannya. Jadi saya pikir ada sedikit rasa kebanggaan nasional yang salah di sini, saya pikir ini adalah situasi 'di mana semua harus terlibat'. Kita bersatu. Itulah ASEAN," kata Nithi Nesadurai, Presiden Perkumpulan Perlindungan Lingkungan Malaysia, seperti dikutip dari Reuters.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Tanayastri Dini Isna

        Bagikan Artikel: