Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dorong Petani Ke Industri Pangan, Kementan Bentuk SP3T

        Dorong Petani Ke Industri Pangan, Kementan Bentuk SP3T Kredit Foto: Kementan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kementerian Pertanian (Kementan) telah membentuk Sentra Pelayanan Pertanian Terpadu (SP3T) sebagai sarana yang menampung dan memasarkan hasil panen petani. Dengan demikian, SP3T ini merupakan upaya Kementan dalam penanganan pascapanen yang lebih baik.

        Seperti haknya di Ciamis, Kerjasama antara SP3T Sukasari Kabupaten Ciamis dengan pihak Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) terjalin baik. Hasilnya, pada saat harga gabah di pasaran melampaui Harga Pembelian Pemerintah (HPP) serta gudang Perum Bulog tak mampu menampung lantaran penuh, pihak SP3T Sukasari Ciamis bisa segera memasok sebanyak 210 ton beras bantuan pangan non tunai (BPNT) kepada pihak Kementerian Sosial melalui Perum Bulog.

        Baca Juga: Penuhi Janji, Kementan Segera Selesaikan Revisi Permentan Terkait Perunggasan

        Menurut?Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Budiawan, ada kewajiban SP3T Darma Usaha Sukasari Ciamis untuk mengumpulkan gabah sebagai cadangan nasional. Khusus untuk kebutuhan BPNT saat ini kembali dipegang oleh pihak Perum Bulog setelah sebelumnya bisa semua pihak yang langsung memasok ke Kementerian Sosial. Kalau untuk memenuhi kebutuhan Bulog masih yang standar premium?dengan harga Rp8.800 per kilogram (kg).

        "Pada 2018 para petani di Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis mendapat bantuan fasilitas? alsintan berupa alat pemisah warna beras (color sorter, red). Sebab, beras premium terlihat putih mulus? tidak ada campuran warna lain, seperti kuning apalagi warna hitam," ujarnya di Ciamis, Minggu (6/10/2019).

        Melalui mesin tersebut permintaan pasar atau konsumen bisa dilayani. Beras yang dibutuhkan bisa dipoles karena alat untuk itu sudah tersedia di SP3T Darma Usaha yang dikelola oleh Kelompok Tani Darma Usaha.

        ?Para petani yang tergabung di Gabungan Kelompok Tani Darma Usaha telah bisa melayani permintaan beras seperti apa saja karena alat sudah tersedia dari Kementan,? beber Budiawan.

        Baca Juga: Awas! Berani Mainkan Kualitas Benih Jagung, Kementan Siap Tindak Tegas!

        Dia menambahkan bahwa apabila merujuk pada kesehatan pangan, maka beras terkupas awal itulah yang sehat dikonsumsi atau tidak perlu dipoles lagi. Namun, itulah masyarakat di Indonesia sekarang ini yang menginginkan beras yang harus terlihat bersih dan bening, padahal gizinya sudah hampir tidak ada lagi.

        "Bangunan SP3T di Desa Sukasari, Kecamatan Banjarsari, Ciamis itu ternyata kapasitasnya kurang cukup. Kalau sedang berproduksi, tempat penyimpanan gabah yang siap dikeringkan di?vertical drayer dengan hasil yang akan masuk ke mesin penggilingan menjadi sangat penuh," katanya.

        Budiawan mengaku telah menyampaikan kepada pihak Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil di Kementan. Alhasil, tambahan kapasitas gudang akan ditambah dalam waktu dekat.

        "Karena ini kan masih tergolong baru dan masih pengembangan, namun biarlah konsentrasi dulu untuk pemanfaatan alat yang sudah ada semaksimal mungkin," ujarnya.

        Masih Terbiasa Tidak Jual Gabah Kering Panen

        Kepala Seksi Perbenihan, Pengolahan dan Pemasaran, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Ciamis, Yayu Rahayu menuturkan pihak produsen beras di SP3T Sukasari saat ini membutuhkan lantai jemur. Alasannya adalah karena di Wilayah Priyangan Timur?terutama Ciamis tidak ada petani yang jual padi gabah kering panen atau GKP.

        "Sebab, budaya masyarakat petai di daerah ini adalah padi sudah dikeringkan dulu lalu disimpan beberapa waktu di rumah kemudian barulah dijual," tuturnya.

        ?Memang dilihat dari segi ketahanan pangan justru yang seperti itu lebih baik dan berguna menjaga kemantapan cadangan atau?stock stability?pangan, di mana waktu paceklik? petani tidak kekurangan bahan pangan terutama beras karena persediaan padi masih ada di gudang atau lumbung petani,? tambah Yayu.

        Baca Juga: Kementan Dorong Bone Jadi Pionir Produsen Benih Kawasan Timur

        Ia menambahkan bahwa alasan perlunya lantai jemur sebab petani mempunyai pola pikir tersendiri tentang hasil panen, yaitu gabang kering panen (GKP), gabah kering giling (GKG) dan gabah kering simpan (GKS). Artinya, dari GKP harus menjadi GKS barulah gabah kering giling atau GKG itu.

        "Atas kondisi demikian itulah para petani membutuhkan lantai jemur yang lebih memadai atau lebih luas, di mana apabila kelembaban padi masih 17 persen tentu berisiko kalau disimpan lama," katanya.

        Sebab, menurut Yayu Rahayu, padi panenan petani itu kadar airnya tidak sama. Pasalnya ada yang 15 persen atau 17 persen atau di atasnya akan berpengaruh pada mutu dan sulit menghitungnya waktu kalau masuk ke mesin pengering.

        "Jadi, kalau pihak pengelola SP3T mempunyai lantai jemur, paling dijemur sejam atau dua jam untuk menyamakan kadar airnya.Kalau sudah sama kadar airnya masuk ke dalam mesin pengering kadar air lebih seragam dan juga mempersingkat waktu proses pengeringannya," ungkapnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Clara Aprilia Sukandar

        Bagikan Artikel: