Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Waduh, Sebidang Tanah Miliki 2 Sertifikat, Jangan-Jangan Malah 8

        Waduh, Sebidang Tanah Miliki 2 Sertifikat, Jangan-Jangan Malah 8 Kredit Foto: Agus Aryanto
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Investasi tanah memang menjanjikan. Tapi kita mesti hati-hati ketika akan membelinya. Jangan mudah percaya dengah selembar sertifikat, apalagi kalau tanah ditawarkan dengan harga yang tidak wajar. Jangan-jangan sertifikatnya ganda, seperti yang dialami oleh warga ini.

        Seorang warga Desa Ciangsana, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat bernama Sony Danang Caksono dikagetkan dengan sebuah plang yang tiba-tiba menduduki tanah miliknya. Padahal tanah seluas 3.000 meter persegi itu sudah dimilikinya sejak 2003 lalu atau sudah sekitar 16 tahun, dengan surat kepemilikan tanah SHM nomor 2180 yang terdaftar di kantor BPN Pemkab Cibinong.

        Pengacara Sony, Doddy Harrybowo menyatakan, kejadian tersebut bermula pada awal Oktober ketika kliennya menyadari tanahnya dipasangi plang atas nama bukan dirinya. Pihaknya segera menyurati pemilik plang tersebut untuk mendapat konfirmasi. Namun, sampai berita ini dibuat, yang bersangkutan belum merespons.

        Baca Juga: Kasus Sengketa Lahan Warga Bidara Cina, Anies Seret Nama Presiden

        Pihaknya lalu mengirim surat permohonan mediasi ke kantor BPN Pemkab Cibinong karena tanah tersebut masih masuk ke wilayah Kabupaten Bogor dan masih menunggu keputusan resmi dari BPN.

        Dody membeberkan, Sony, kliennya, telah memegang SHM sejak 2003. Tiba-tiba baru-baru ini ada orang masangkan plang di lokasi tanah yang diterangkan dalam SHM tersebut.

        Mengejutkanya lagi ada delapan orang yang mengaku memiliki tanah di lokasi yang sama. Hal itu membuat Sony kaget karena merasa sebagai pemegang sertifikat, sudah 16 tahun, dan memiliki kepastian hukum, tapi ternyata masih ada pihak lain yang juga memiliki objek dimaksud.

        "Jadi, kendalanya satu lahan diakui dua pemilik yang dua-duanya sama-sama memegang sertifikat hak milik," beber Dody kepada awak media belum lama ini.

        Artinya, sebidang tanah tersebut memiliki dua sertifikat. Namun, apakah kedelapan orang yang namanya ada dalam plang tersebut semuanya memiliki sertifikat, dan sertifikat mana yang sah memiliki tanah tersebut, hinggga kini belum diketahui.

        Saat ini pihaknya masih menunggu konfirmasi dari pihak BPN maupun warga yang diduga mencatut sertifikat tanah mereka. Sembari menunggu kepastian hukum dari BPN, pihaknya siap menempuh langkah yuridis, baik jalur pidana maupun perdata.

        Sony mengaku telah melaporkan kejadian ini ke polisi setempat, tapi diarahkan untuk mengonfirmasi ke BPN terlebih dahulu terkait kasus tersebut. Sony menduga, ada permainan antara lurah setempat, warga yang mencatut tanahnya, oknum purnawirawan TNI, dan oknum BPN sendiri. Ia meyakini saat statusnya sudah SHM, tidak Alan ada kasus dua atau lebih kepemilikan seperti yang ia alami.

        Baca Juga: Pindah Ibu Kota, Pemerintah Butuh Lahan 160 Ribu Hektare Lahan

        Setahu Sony, jika sudah mengantongi SHM, bahkan ketika negara ingin mengambil alihnya menjadi kepemilikan negara harus berproses ke Menteri Agraria dan Pertanahan/Kepala Badan Pertanahan Nasional yang nanti akan melakukan pemberian dan pembatalan hak. Atau bisa juga dilimpahkan kewenangannya kepada Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pertanahan ataupun pejabat yang ditunjuk. Itu prosesnya bertahun-tahun karena ada persyaratan data yuridis, data fisik, dan sebagainya yang harus dipenuhi.

        "Lho ini ada orang tiba-tiba pasang plang di atas tanah saya, ya kita kaget," ungkap Sony.

        Musibah yang menimpa Sony bukan yang pertama terjadi. Berdasarkan catatan BPN, per 2018 lalu, ada 8.959 kasus sengketa lahan, di mana 56% adalah konflik antarmasyarakat. Misalnya, antara tetangga dengan tetangga, 15% konflik lahan antara orang dengan badan hukum, dengan perusahaan, hak guna usaha (HGU), BUMN, 0,1% konflik antara badan hukum dengan badan hukum dan 27% sengketa masyarakat dengan pemerintah, misalnya masyarakat dengan TNI.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Agus Aryanto
        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: