Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Bahaya, Ada Bahaya Shadow Banking di Balik Libra

        Bahaya, Ada Bahaya Shadow Banking di Balik Libra Kredit Foto: REUTERS/Dado Ruvic
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Rencana raksasa aplikasi media sosial, Facebook, untuk segera dapat memiliki mata uang kripto (cryptocurrency) sendiri terus mendapat sorotan dari berbagai pihak. Kali ini, hadirnya cryptocurrency yang bakal diberi nama Libra itu dikhawatirkan dapat memantik munculnya sistem shadow banking dalam dunia keuangan internasional.

        Peringatan atas potensi bahaya itu disampaikan oleh para pelaku perbankan di Amerika Serikat (AS) yang tergabung dalam Dewan Penasehat Federal (The Federal Advisory Council/FAC).

        Dalam industri perbankan sendiri, istilah shadow banking banyak dilekatkan pada lembaga-lembaga keuangan non-bank yang secara praktik bisnis dan aktivitas transaksinya juga menghimpun dana dari masyarakat, lalu kembali menyalurkannya pada masyarakat seperti halnya fungsi dasar sebuah bank.

        Baca Juga: Facebook Enggak Bakal Dominasi Mata Uang Kriptonya, Masa Sih?

        Bahaya timbul lantaran lembaga-lembaga tersebut tidak memiliki izin resmi sebagai sebuah bank, sehingga setiap aktivitasnya tidak terpantau oleh pengawasan otoritas terkait.

        Di Indonesia, misalnya, semua bank harus tunduk dan patuh pada pengawasan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan juga Bank Indonesia (BI). Karena luput dari pengawasan, dikhawatirkan segala aktivitas bisnis shadow banking dapat merugikan nasabah dan masyarakat secara keseluruhan.

        Dalam pandangan FAC, bahaya yang paling mungkin terjadi pasca-kemunculan Libra adalah potensi penurunan nilai rekening giro dan volume pembayaran yang selama ini menjadi salah satu instrumen utama layanan jasa keuangan yang disediakan oleh perbankan.

        Hal ini berkaca pada data demografi masyarakat AS per akhir 2018 lalu, di mana 52 persen di antaranya atau sekitar 170 juta orang merupakan pengguna aktif Facebook. Dengan demikian, dikhawatirkan jumlah persentase yang sama bakal berkurang dari nilai transaksi dan besaran nasabah perbankan eksisting saat ini lantaran memindahkan semua aktivitas keuangannya menggunakan Libra.

        Baca Juga: Belum Rilis, Libra Sudah Ditinggal Banyak Investor, Potensi Dana Masuk Raib Hingga . . . .

        "Ketika konsumen mengadopsi Libra, lebih banyak simpanan yang dapat bermigrasi ke platform (Libra/Facebook) sehingga mengurangi likuiditas secara efektif. Disintermediasi juga dapat semakin berkembang menjadi layanan pinjaman dan investasi," ujar pernyataan resmi FAC beberapa waktu lalu.

        Melalui Libra, Facebook diyakini bakal berpotensi menciptakan sebuah ekosistem moneter digital di luar pasar keuangan yang sudah ada selama ini. Kondisi itu kemudian bakal membawa dampak pada setiap kebijakan moneter nasional karena secara langsung maupun tidak langsung juga bakal menurunkan kemampuan negara dalam memantau, mengelola, serta memengaruhi ekonomi domestik di negaranya masing-masing.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Taufan Sukma
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: