Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Tantangan IPO Startup Kecil Lebih Berat Ketimbang Unicorn, Solusinya. . .

        Tantangan IPO Startup Kecil Lebih Berat Ketimbang Unicorn, Solusinya. . . Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Memperoleh modal usaha dari pasar modal semakin diminati banyak perusahaan rintisan (startup). Hanya saja, tidak setiap perusahaan rintisan memiliki peluang yang sama untuk mendapatkan kepercayaan investor dan mengantongi dana segar melalui initial public offering (IPO).

        Sejumlah analis menilai tantangan yang dihadapi sangat besar, khususya bagi perusahaan rintisan, namun akan menjadi peluang bagi yang memiliki model bisnis yang menjanjikan. Apalagi bisnis yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasar saat ini atau bisa dikatakan model bisnis kekinian untuk milenial.

        Direktur Anugrah Mega Investama Hans Kwee mengatakan, saat ini otoritas bursa membuka pintu selebar-lebarnya untuk berbagai perusahaan, termasuk startup, untuk mendapatkan dana segar melalui IPO. Namun, perusahaan tersebut tentu harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan otoritas bursa. Dan untuk memenuhi persyaratan tersebut tentu membutuhkan biaya.

        Baca Juga: Tinggal Sebulan, Bursa Klaim Masih Ada 16 Perusahaan yang Bakal IPO

        "Biasanya jika go public, maka laporan keuangan harus diaudit, menunjuk notaris, lalu konsultan hukum, dan menyiapkan dokumen tentang prosedur pendaftaran hingga underwriter. Ini tentu jadi masalah bagi perusahaan tertentu karena biaya yang lumayan tinggi untuk melakukan go public," katanya melalui pesan singkat kepada redaksi Warta Ekonomi, Senin (9/12/2019).

        Hans mencontohkan bagi startup kecil dengan nilai Rp10 miliar dan startup yang relatif besar dengan nilai Rp300 miliar, kerjanya sama, namun pendanaan yang didapatkan bisa berbeda.

        "Ini challenge. Dan kita harus memahami banyaknya aturan yang ada akan menghalangi startup kecil untuk go public," katanya.

        Meski demikian, Hans melihat startup kecil ke depannya dapat sukses dilihat dari bisnis yang dijalankannya. Contohnya, startup bidang properti co-living PT Hoppor International (Kamar Keluarga) yang trennya mengalami perkembangan. Kaum milenial lebih senang berwisata atau menggali pengalaman sehingga membutuhkan tempat tinggal sementara. Begitu juga saat mereka memilih rumah yang kecil dan efisien hanya untuk sekadar kebutuhan tempat tinggal keluarga kecilnya.

        "Inovasi startup ini bagus, artinya harus kita cerna dan lihat sustainability-nya dan juga demand-nya. Masih sangat rasional kalau startup sektor ini listing dan melantai di bursa karena demand dan tren hunian menuju ke arah sana," terang Hans.

        Hal senada juga disampaikan Senior Advisor CSA Research Institute Reza Priyambada. Ia menegaskan perusahaan yang hendak IPO tidak perlu khawatir. Selama perusahaan tersebut merespons kebutuhan pasar, maka potensi untuk menjadi besar sangat terbuka lebar.

        "Startup co-living harus melihat potensi dari target pasar yang mereka bidik dan seberapa lama tren ini bisa bertahan. Antisipasinya, dengan punya banyak model bisnis yang menyasar milenial awal, kemudian menyasar level eksekutif muda, akan lebih variatif dan stabil," jelasnya.

        Baca Juga: Startup Banyak vs Startup Layak, Lebih Baik Mana?

        Menurutnya, startup bidang properti seperti ini sangat memungkinkan melantai di bursa. Dengan menyasar berbagai kalangan mulai dari milenial yang cukup sewa, bisa diakomodasi saat ingin punya rumah sendiri sehingga bisnisnya bersifat berkepanjangan.

        Masuknya PT Hoppor International dalam daftar 17 perusahaan yang akan menggelar IPO di Bursa Efek Indonesia memberikan warna baru bagi para investor.

        CEO Kamar Keluarga Charles Kwok menerangkan saat ini pihaknya memiliki lima pilar bisnis yang menjangkau kebutuhan investor. Pertama, KK Operator, yang fokus pada bisnis penyewaan tempat tinggal bagi kaum pekerja milenial. Kedua, KK Development menyasar kaum milenial yang ingin memiliki hunian sendiri dengan harga terjangkau.

        "Kami juga memiliki tiga pilar bisnis lain yang dapat memenuhi kebutuhan pasar yang ingin berinvestasi dengan menjadi mitra kami yakni KK BOT (build operate transfer), KK Aset, dan KK Vertikal yang dapat membantu para mitra mencari, membangun, dan mengelola properti yang dapat menghasilkan keuntungan yang cukup besar," tutup Charles.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: