Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Tak Kunjung Reda, Para Pemimpin AS-Iran Saling Ancam

        Tak Kunjung Reda, Para Pemimpin AS-Iran Saling Ancam Kredit Foto: Reuters
        Warta Ekonomi, Washington -

        Ketegangan hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan Iran tak kunjung mereda. Pejabat tinggi dan kepala negara kedua negara saling melemparkan ancaman melalui diplomasi provokatif, baik di media massa ataupun media sosial.

        Pemerintah Iran mencap Presiden AS Donald Trump sebagai teroris berdasi dan menyandingkannya dengan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), mantan pemimpin Jerman Adolf Hitler, dan Kaisar Kekaisaran Mongolia Genghis Khan setelah Trump mengancam akan menyerang 52 titik krusial Iran di Timur Tengah.

        ?Sama seperti ISIS, Hitler, dan Genghis, Trump membenci budaya negara lain. Dia merupakan teroris berdasi. Dia akan segera mendapatkan pelajaran bahwa tidak ada seorang pun yang dapat mengalahkan negara Iran,? kata Menteri Informasi dan Telekomunikasi Iran, Mohammad Javad Azari-Jahromi seperti dikutip Reuters.

        Baca Juga: Makin Panas, Iran: Serang Gedung Putih!

        Iran sebelumnya mengancam akan membalas kematian komandan tertinggi Iran, Qassem Soleimani, yang tewas diserang drone militer AS selama menempuh perjalanan menuju Bandara Internasional Baghdad. Soleimani merupakan arsitek operasi gelap Iran di luar negeri dan Kepala Pasukan Pengawal Revolusi Iran.

        Trump kemudian balik mengancam akan menyerang 52 target. Ke-52 target itu mewakili 52 warga AS yang ditahan Iran selama revolusi pada 1979. ?Beberapa titik itu merupakan situs yang sangat penting bagi Iran dan kebudayaan bangsa Iran. Kami akan menyerang dengan sangat keras dan sangat cepat,? tegas Trump.

        Kepala Tentara Iran, Mayor Jenderal Abdolrahim Mousavi, tak menyangkal situasi hubungan diplomatik antara AS dan Iran sedang bergejolak. Kedua negara dapat saja terlibat dalam perang militer. Namun, dia mengatakan AS merupakan negara pengecut dan tidak akan berani melakukan konfrontasi militer dengan Iran.

        Ketika sebagaian warga Iran berduyun-duyun menjemput kepulangan jenazah Soleimani yang tiba di Ahvaz, Iran, kemarin, beberapa orang cemas kematiannya akan menciptakan perang dalam skala besar. Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei sebelumnya juga berjanji akan membalas dendam kematian Soleimani.

        Menteri Luar Negeri (Menlu) Inggris Dominic Raab telah berkomunikasi dan mendesak Presiden Barham Salih dan Perdana Menteri (PM) Adil Abdul-Mahdi Irak untuk meredakan ketegangan di kawasan. Raab menggambarkan Soleimani sebagai ancaman besar terhadap perdamaian kawasan dan bersimpati terhadap AS.

        Meski demikian, Raab mengaku akan mencoba berkomunikasi dengan Menlu Iran terkait hal ini. ?Ada jalur yang dapat dilalui Iran untuk keluar dari pandangan dingin dunia. Kami perlu mengendalikan aksi keji Iran. Namun, kami juga perlu menurunkan ketegangan dan memulihkan situasi agar kembali stabil,? tegas Raab.

        Baca Juga: Iran Sebut Trump Mirip Hitler, Tak Cukup Kelakuannya Sama Kayak Teroris

        Serangan drone militer AS tidak hanya membunuh Soleimani, tapi juga pemimpin milisi Irak Abu Mahdi al-Muhandis. Parlemen Irak mengadakan sidang luar biasa, kemarin. Anggota Parlemen Irak mengatakan Irak kemungkinan akan mendorong resolusi untuk mendesak AS agar menarik mundur pasukannya dari tanah Irak.

        ?Pasukan AS sudah tidak diperlukan lagi di sini,? ujar anggota Komite Hukum Parlemen Irak, Ammar al-Shibli. Meski AS dan Iran terlibat adu saraf diplomatik sejak beberapa dekade silam, pasukan AS dan milisi lokal bergabung memerangi ISIS pada 2014-2017. Jumlah pasukan AS di Irak diperkirakan sekitar 5.000 orang.

        Milisi yang didukung Iran itu dileburkan dengan pasukan pemerintah Irak di bawah pimpinan Muhandis. Sebagian besar warga Irak, tak terkecuali oposisi Soleimani, mengungkapkan kemarahannya kepada Washington atas dibunuhnya Soleimani dan Muhandis di tanah Irak karena dapat kembali memicu perang besar.

        Pada akhir pekan kemarin, sebuah roket menghantam Zona Hijau di dekat Kedutaan Besar (Kedubes) AS, satu lagi di kawasan Jadriya, dan dua lainnya di Pangkalan Udara Balad. Menurut Tentara Irak, tidak ada korban jiwa dalam serangan itu. Relasi antara AS dan Iran berangsur memburuk setelah Trump naik takhta pada 2017.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Shelma Rachmahyanti

        Bagikan Artikel: