Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        PPP Tolak Omnibus Law Soal Penghapusan Kewajiban Sertifikat Halal

        PPP Tolak Omnibus Law Soal Penghapusan Kewajiban Sertifikat Halal Kredit Foto: Antara/Novrian Arbi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Partai Persatuan Pembangunan (PPP) keberatan dengan draf Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja yang menghapus ketentuan produk bersertifikat halal dan perda syariah.

        Diketahui, berdasarkan Pasal 552 RUU Cipta Lapangan Kerja yang beredar, sejumlah pasal di Undang-Undang Jaminan Produk Halal akan dihapus yaitu Pasal 4, Pasal 29, Pasal 42, Pasal 44. Adapun Pasal 4 UU Jaminan Produk Halal mewajibkan semua produk yang beredar di Indonesia wajib bersertifikat halal.

        Baca Juga: Lewat Omnibus Law, Jokowi Sebut Dana Asing Banjiri RI US$20 Miliar

        "Terhadap penghapusan kewajiban produk bersertifikat halal tersebut, Fraksi PPP menyatakan keberatan," ujar Sekretaris Fraksi PPP DPR RI, Achmad Baidowi, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (21/1/2020).

        PPP menyadari bahwa negara Indonesia bukan negara agama, tapi negara berdasarkan Pancasila, yang sila pertama berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. "Yang artinya rakyat Indonesia beragama," ujar pria yang akrab disapa Awiek ini.

        Dia melanjutkan, yang perlu ditekankan adalah bahwa mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam dan sudah sepatutnya jika dalam amaliahnya mengikuti ajaran agama, di antaranya terkait dengan penggunaan produk halal.

        "Kami sepakat dengan ide pemerintah untuk mempercepat investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi, tapi jangan sampai mengabaikan fakta-fakta yang menjadi kewajiban bagi umat Islam," ujar wakil sekretaris jenderal PPP ini.

        Dia menambahkan, sebenarnya Islam itu tidak menghambat pertumbuhan ekonomi. Maka dari itu, kata dia, perlu pengaturan yang berkesesuaian antara percepatan ekonomi dengan norma-norma yang menjadi keyakinan makhluk beragama.

        "Begitu pun dengan ketentuan perda-perda juga harus dibaca dalam kerangka semangat otonomi daerah yang sesuai karakteristik dan kearifan lokal. Sebaiknya harus cermat betul dalam persoalan ini," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: