Peneliti China Ungkap Pasien Virus Corona Bisa Tanpa Gejala Lebih dari 24 Hari
Sebuah studi baru menunjukkan bahwa masa inkubasi virus corona atau juga disebut sebagai (2019-nCoV) dapat berlangsung selama 24 hari. Dilansir The Epoch Times, tim peneliti yang dipimpin oleh dokter ahli pernapasan China, Zhing Nanshan menganalisis sekitar 1.100 pasien di 31 provinsi dan 552 rumah sakit.?
Dari penelitian itu, ditemukan bahwa masa inkubasi rata-rata virus corona adalah tiga hari, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yaitu 5,2 hari. Namun, masa inkubasi maksimum diketahui adalah 24 hari, lebih lama dibandingkan prediksi sebelumnya yang menyebutkan selama 14 hari.?
Baca Juga: Mulai Tempel-tempel China, Bank Dunia Tawarkan Bantuan Perangi Corona
Para peneliti tidak bisa mengecualikan kemungkinan individu yang terinfeksi dapat menyebarkan ke lebih dari satu orang lainnya.
Studi juga menemukan bukti lebih lanjut tentang penularan dari manusia ke manusia: sekitar 160 orang, dengan 26 persen di antaranya adalah penduduk non-Wuhan dan tidak melakukan perjalanan ke kota di China tersebut, baru-baru ini sebelum tertular virus, serta tidak memiliki kontak dengan penduduk setempat.
"Epidemi 2019-nCoV menyebar dengan cepat melalui penularan dari manusia ke manusia," tulis studi tersebut.?
Selain itu, hanya sekitar 1,2 persen dari semua pasien yang terpapar langsung ke satwa liar. Otoritas kesehata China sebelumnya menghubungkan wabah virus corona dengan pasar grosir hewan hidup dan makanan laut di pinggiran Wuhan, yang diyakini sebagai tempat pertama kali virus berasal.
Menurut sebuah studi baru-baru ini yang diterbitkan dalam New England Journal of Medicine, jumlah infeksi virus berlipat ganda setiap 7,4 hari selama tahap awal wabah.
Zhong sebelumnya menyebut awal Februari ini dapat menjadi puncak wabah virus corona. Meski demikian, ia telah merevisi, dengan mengatakan periode puncak bisa tiba dalam beberapa hari mendatang.
Dalam sebuah wawancara pada 8 Februari dengan penyiar CCTV, Zhong memberikan catatan positif atas penanganan virus corona. Namun, masih terlalu dini untuk menentukan berdasarkan jumlah kasus saat ini dan kasus baru.
Para peneliti juga mengangkat kekhawatiran tentang kemungkinan penularan melalui kontaminasi tinja. Sejumlah ilmuwan pertama kali mengangkat kekhawatiran di sekitar prospek seperti itu, setelah mendeteksi jejak virus corona dalam tinja orang yang terinfeksi pertama di Amerika Serikat (AS).?
Studi tersebut mengutip percobaan laboratorium baru-baru ini, di mana para peneliti menemukan bahwa empat dari 62 sampel tinja dinyatakan positif virus corona. Eksperimen terpisah kemudian mengidentifikasi empat pasien lagi, yang ditemukan saluran pencernaan, saliva, atau spesimen urin darinya positif terhadap virus corona.
Virus corona jenis baru ini juga dapat ditransfer melalui kontak, yang dikenal sebagai transmisi fomite. Seperti misalnya, ketika seseorang menyentuh benda yang tercemar sebelum menyentuh mata, hidung, atau mulut, atau area selaput lainnya, yang lebih rentan terhadap serangan virus.
Pada 8 Februari lalu, pejabat kesehatan Shanghai mengkonfirmasi bahwa virus yang mematikan itu dapat menyebar melalui aerosol. Hal itu berarti seseorang bisa terinfeksi dengan menghirup partikel virus di udara.
Pada hari yang sama, pemerintah AS mengklasifikasikan virus corona sebagai penyakit menular konsekuensi tinggi yang ditularkan melalui udara, merujuk pada penyakit yang dapat menyebar melalui tetesan pernapasan atau transmisi aerosol.
Selain itu, penelitian terbaru menemukan bahwa hanya kurang dari setengah pasien yang menunjukkan tanda-tanda demam pada awal penyakit, meskipun mayoritas dari mereka atau sekitar 88 persen mengalami demam setelah dirawat di rumah sakit.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: