Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kisah Nenek 71 Tahun: Sembuh dari Covid-19 di RS Siloam Bekasi

        Kisah Nenek 71 Tahun: Sembuh dari Covid-19 di RS Siloam Bekasi Kredit Foto: (Foto: Shutterstock)
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ruretno Sari (71) pasien positif corona atau Covid-19 kini bisa kembali menghirup udara segar setelah sebelumnya menjalani perawatan di beberapa rumah sakit karena tertular Covid-19. Pada tanggal 30 Maret 2020, Ruretno dinyatakan sembuh setelah menjalani perawatan di RS Siloam Bekasi, perusahaan milik grup Lippo.

        Wanita yang memiliki sembilan cucu itu akhirnya kembali ke pelukan keluarganya meski dia harus ditinggalkan oleh sang suami yang terlebih dulu terserang virus menular itu. Sang suami bernama Gunawan Soebroto dinyatakan meninggal oleh pihak rumah sakit, setelah menjalani perawatan selama lima hari karena virus corona.

        Baca Juga: Kisah Sedih Gadis 15 Tahun: Sekeluarga Positif Covid-19

        Sang suami, kata dia, terlebih dulu mengidap virus yang pertama kali muncul di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China itu. Sekali pun, sang suami dan dirinya tidak menyadari terpapar virus corona. Terlebih, sang suami tidak pernah terserang penyakit semasa hidup.

        "Jadi pada tanggal 12 Maret 2020 adalah hari awal suami saya mulai merasa sakit flu dan batuk. Kerena hal itu, sore harinya saya langsung membawa suami saya ke dokter pada hari Kamis," kata dia kepada awak media.

        Namun demikian, meski sudah berobat, suaminya itu tetap saja tidak sembuh. Yang kemudian pada tanggal 14 Maret 2020 dirinya pun mengalami hal serupa seperti yang dirasakan oleh sang suami. "Seluruh badan saya sakit, begitu juga suami saya, kepala sakit, badan sakit. Untuk jalan saja benar-benar sakit, sampai-sampai saya harus diponggoh oleh anak-anak saya. Jalan ke kamar mandi juga harus dipapah sama anak-anak," beber dia.

        Mulanya, dia mengaku tidak menyadari terkena virus corona. Padahal sudah melakukan pemeriksaan ke dokter. Karena tak kunjung membaik, akhirinya dirinya melakukan pemeriksaan ke Rumah Sakit Kolombia.

        "Pada hari Minggu saya ke UGD RS Kolombia, diperiksa darah yang akhirnya saya disebut terkena virus dan bakteri. Suami saya diberi obat dan saya tidak," cetusnya.

        Meski sudah berualang kali berobat, sakit di tubuhnya tak kunjung reda. Dia bersama sang suami kembali ke dokter. Namun, dokter kali ini hanya memintanya agar banyak minum air mineral. "Tanggal 15 kami kembali lagi ke dokter, tapi pindah ke RS Royal Progres, di situ kami meminta yang VIP, saya kemudian dipisah, suami saya sendiri dan saya sendiri," katanya.

        Namun demikian, dirinya meminta tidak mau menjalani perawatan karena merasa tidak nyaman dengan situasi yang terjadi ketika itu. Ketika menuju pulang ke rumah, dirinya mengalami muntah-muntah.

        "Saya muntah-muntah ketika di perjalanan menuju rumah. Ditambah, sampai di rumah tidak bisa tidur karena badan dan kepalanya terasa sakit semua. Akhirnya, malam itu saya dijaga oleh menantu saya, pagi hari baru bisa tidur," katanya.

        Selanjutnya, pada siang harinya dirinya dilarikan RS Eka Hospital yang berada di Harapan Indah. Dia pun langsung dimasukkan ke UGD. "Saya diinfus dan langsung dimasukkan ke kamar. Pada sore hari tanggal 18 Maret 2020, saya mendengar kabar suami saya sudah meninggal dunia karena pada hari itu suami saya kritis, suami saya sudah menjalani isolasi," katanya.

        Dia mengaku ketika itu terkejut karena dia merasa semasa hidup sang suami tidak pernah mengalami sakit. "Saya yang sering sakit dan suami saya itu orang baik. Saya pernah berdoa kepada Tuhan: kalau memang mau memanggil dari salah satu kami, panggil saya dulu Tuhan karena saya gak sanggup hidup tanpa suami," lirihnya.

        Namun demikian, lanjut dia, rencana Sang Pencipta berbeda, sang suami terlebih dulu menghadap Sang Pencipta dengan kondisi sakit selama lima hari perawatan di rumah sakit. "Tapi saya bersyukur karena suami saya tidak menderita sakit lama," katanya.

        Perpisahan dirinya di Rumah Sakit Royal Progras ternyata merupakan pertemuan dirinya dan sang suami karena ketika itu dirinya memutuskan untuk kembali ke rumah tidak menjalani perawatan. "Ternyata itu pertemuan saya yang terkahir. Yang pada akhirnya saya memutuskan untuk pulang dari RS Eka Hospital karena saya ingin bertemu sang suami untuk yang terakhir kalinya sebelum dikebumikan," katanya.

        Sang suami akhirnya dimakamkan di TPU Pondok Ranggon meski diberikan sejumlah syarat. "Malam itu kami tinggal di Hotel dekat TPU Pondok Ranggon agar bisa mengebumikan jenazah suami saya," jelasnya.

        "Tapi saya masih kurang fit dan tidak kuat. Akhirnya, anak perempuan saya memutuskan agar saya tidak ikut, termasuk menantu saya karena terserang demam. Kami ketika itu masih tidak ngeh kalau itu karena corona," katanya.

        Baca Juga: Kisah Pria Nekat Jalan Kaki Selama 3 Hari buat Mudik, Katanya Supaya Tak Tularkan Virus Corona

        Akhirnya, lanjut dia, pemakaman sang suami hanya disaksikan oleh anak perempuannya dan suaminya. "Begitu di sana tidak boleh ada acara macam-macam, begitu masuk langsung dikubur," katanya.

        Setelah mengebumikan sang suami, semua anak-anaknya kembali ke rumah. Di situ kondisi dirinya makin parah, yang pada akhirnya dilarikan ke RS Siloam, Kota Bekasi. "Saya langsung dimasukkan ke ruang penyaringan dan setelah itu ke UGD, saya diinfus. Hasilnya pun mengejutkan, paru-paru saya kurang bagus, termasuk menantu saya juga yang ikut diperiksa, akhirnya saya diisolasi dan menantu saya harus diisolasi di rumah," kata dia.

        Dirinya juga bercerita mengenai berbagai prosedur yang harus dilaluinya di RS Siloam Bekasi. Mulai dari ruang penyaringan, lalu pemeriksaan di UGD dan kemudian diinapkan di ruang isolasi yang telah dipersiapkan RS Siloam. Ruretno terpaksi diisolasi melihat hasil CT Scan paru-parunya yang kurang baik dan membutuhkan perawatan lebih lanjut.

        Lalu, bagaimana Ruretno bisa melawati masa-masa kritis akibat virus mematikan itu? Menurut dia, ada tiga hal yang membuat dirinya bisa bertahan selama "dicengkeram" oleh virus menular tersebut. "Pertama adalah minum obat-obatan atau vitamin yang diberikan oleh dokter dengan baik," kata Ruretno kepada wartawan.

        Ruretno bersyukur dan berterima kasih atas perawatan yang diberikan dokter dan para perawat di RS Siloam Bekasi. Perawatan dan dukungan yang diberikan para dokter dan perawat dirasa tepat dengan dirinya karena mengalami perbaikan kondisi dari hari ke hari.

        "Dari kondisi kepala tidak enak, vertigo, badan sakit semua, napas sesak, memang membuat kita down," ucap Ruretno. Namun, dirinya makin termotivasi dengan perawatan yang diberikan sehingga satu demi satu kondisinya membaik.

        Kemudian yang kedua adalah berserah diri dan selalu memuji kepada Sang Pencipta. Dengan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, dirinya bisa bertahan dan dinyatakan sembuh dari virus menular tersebut. "Ada suatu kekuatan di diri kita yakni selalu memuji Tuhan dan membaca firman Tuhan. Ttu yang saya lakukan. Jadi pada saat saya lemah, saya selalu mendekatkan diri kepada Tuhan," jelasnya.

        Selanjutnya yang ketiga, yang tak lain adalah dukungan dari keluarga. Karena itu, dirinya bisa kembali ke pelukan keluarga yang dicintainya.

        "Ini yang tak kalah penting,kesatuan keluarga saya, saya melewati itu semua karena dorongan, semangat anak dan menantu saya. Ini yang menyamangati semua," kata dia.

        Karena tiga hal itu, akhirnya dirinya dinyatakan sembuh meskipun sang suami tidak tertolong akibat virus corona itu. "Mati hidupku karena Tuhan, bukan karena corona, jangan takut ataupun khawatir, saat virus itu menyerang, tetaplah selalu memuji Tuhan dan dekat dengan keluarga," bebernya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Agus Aryanto
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: