Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pandemi Corona Jadi Buah Simalakama Warga Palestina: Bekerja ke Israel atau Karantina Diri

        Pandemi Corona Jadi Buah Simalakama Warga Palestina: Bekerja ke Israel atau Karantina Diri Kredit Foto: Reuters/Mohammed Salem
        Warta Ekonomi, Yerusalem -

        Sebelum fajar, petugas keamanan Palestina memakai masker dan sarung tangan ketika mereka memasang blokade tersembunyi di jalan tanah melintasi sisi barat sebuah lapangan di Hebron.

        Tugas mereka adalah menghentikan buruh Palestina menyeberang secara ilegal ke Israel melalui lubang di pagar pembatas. Mereka tak biasanya melakukan hal ini, tapi saat ini memang bukan saat-saat biasa.

        “Kami mencegah warga menyelinap ke Israel, sampai pandemi ini usai,” kata petugas intelijen Raed Zghayar. "Kami harus melindungi ibu, istri dan anak-anak kami."

        Dari 326 kasus terkonfirmasi Covid-19 yang dialami warga Palestina di kawasan pendudukan Tepi Barat –tak termasuk Yerusalem Timur– hampir seluruhnya terhubung ke mereka yang bekerja di Israel dan kawasan permukiman –yang kini tengah menghadapi wabah lebih besar.

        Otorita Palestina (PA) menyatakan mereka yang kembali dari pekerjaan harus menghabiskan waktu mengisolasi diri. Tapi beberapa tidak patuh.

        Pendapatan di Israel penting untuk perekonomian Palestina

        Sesudah menerima sebuah petunjuk, satu tim patrol menghentikan satu mobil van dengan lima penumpang di dalamnya.

        Mereka mengaku tak melakukan kesalahan apa-apa, tapi dari pemeriksaan ditemukan adanya surat izin kerja di Israel.

        Petugas lalu menyita barang-barang mereka dan memerintahkan mereka mengambilnya nanti. Hal seperti ini terjadi belasan kali sehari.

        Biasanya, lebih dari 100.000 warga Palestina yang memiliki surat izin bekerja di Israel dan kawasan permukiman Israel. Upah di Israel lebih besar daripada di Palestina. Banyak yang bekerja di sektor informal.

        Penghasilan mereka vital untuk perekonomian Tepi Barat, yang dilemahkan oleh pendudukan militer selama beberapa dekade.

        Sekalipun ada kebijakan pembatasan gerak untuk mencegah penyebaran Covid-19, sampai bulan lalu 50.000 pekerja masih diperbolehkan melintas. Kebanyakan mereka bekerja di sektor agrikultur, konstruksi dan kesehatan.

        Di bawah kesepakatan Palestina-Israel, pihak majikan wajib menyediakan akomodasi untuk mereka tinggal hingga sekurangnya satu bulan. Beberapa buruh ini tinggal di kawasan permukiman, demi melindungi pekerjaan mereka.

        “Saya ingin tetap menjaga supaya keluarga, teman dan kota saya aman,” kata Muath Balasmeh, yang sementara tinggal di tenda di tempat kerjanya, pabrik di Ariel, di utara Tepi Barat.

        Keperluan mendasar menyambung hidup

        “Kalau saya tak bekerja, tak ada yang menolong saya bahkan untuk kebutuhan pokok. Saya tak bisa katakan betapa sulitnya hal ini. Ya Allah, tolonglah kami. Tolonglah para pekerja”.

        PBB memuji kerjasama Palestina Israel dalam menghadapi virus corona, yang mencakup latihan bersama petugas kesehatan dan pemberian alat perlindungan diri dari Israel kepada petugas medis dan keamanan Palestina.

        Namun sengketa politik pecah sesudah adanya laporan beberapa pekerja Palestina di Israel tak mendapat akomodasi layak.

        Satu video yang beredar di media sosial juga memperkeruh suasana. Video itu memperlihatkan seorang pria yang sakit dilempar di pos pemeriksaan oleh tentara Israel. Pria ini kemudian terbukti negatif corona ketika dites.

        Pihak berwenang Palestina menuduh perilaku Israel sebagai “rasis dan tak manusiawi”. Perdana Menteri Mohammed Shtayyeh menyerukan para pekerja pulang sekalipun khawatir ini bisa membuat sistem pelayanan kesehatan mereka kewalahan.

        “Ekonomi Israel tidak seberharga hidup anak-anak kita,” katanya.

        Pejabat Israel mengatakan, kritik keras ini tidak adil mengingat bantuan yang mereka berikan.

        “Komentar itu, bukan cuma salah paham tapi juga mendorong kebencian warga Palestina,” kata Mayor Yotam Shefer dari Co-ordination of Government Activities in the Territories (Cogat).

        “Kita sudah melakukan hal yang baik dalam bentuk upaya bersama melawan virus yang jadi musuh kita."

        Banyak warga Palestina tinggal di Israel pada bulan Ramadan, sekalipun beberapa memutuskan pulang.

        Di pos pemeriksaan Tarqumiya dekat Hebron, barisan panjang pekerja diperiksa gejala-gejala Covid-19 oleh petugas medis Palestina yang memakai pakaian pelindung.

        Zahid Soleiman, yang bekerja sebagai pengepul besi, mengalami demam. Ia pun dites di tempat. Ia mengaku khawatir terinfeksi, sementara 10 orang anggota keluarganya mengandalkan upahnya untuk hidup.

        “Saya bisa apa? Keadaan keuangan saya buruk sekali. Saya tak bekerja tiga minggu, sebelum pergi ke Israel. Saya perlu uang”.

        Kini ia diperintahkan untuk mengisolasi diri selama 14 hari di rumah. Keputusasaan para buruh untuk kembali ke bekerja, bahkan di saat pandemi, memperlihatkan ketergantungan ekonomi warga Palestina terhadap Israel –satu isu yang sangat sensitif mengingat konflik puluhan tahun yang terjadi antar mereka.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: