Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (Iress), Marwan Batubara menilai RUU Cipta Kerja pada klaster energi minyak dan gas bumi (migas) berpotensi mendegradasi eksistensi kedaulatan negara terhadap pengelolaan sumber daya nasional.
Contohnya, seperti dalam pasal 41A Ayat (2) RUU Cipta Kerja memberikan kewenangan bagi pemerintah pusat untuk membentuk atau menugaskan BUMN Khusus sebagai pelaksana kegiatan usaha hulu migas.
Menurutnya, jika nantinya RUU tersebut disahkan dan kemudian membentuk BUMN Khusus, maka itu menjadi bentuk inkonsistensi pemerintah dalam mendukung peran BUMN migas eksisting, PT Pertamina (Persero).
Baca Juga: APERTI BUMN Beri Beasiswa untuk 40 Calon Mahasiswa
Baca Juga: Pengembangan Pipa Pertamina Cilacap-Bandung III Hampir Setengah Jalan
Ia menilai pemerintah akan semakin ugal-ugalan dalam pengelolaan migas nasional jika RUU Cipta Kerja klaster ini diberlakukan.
Pasalnya, ada peluang bagi pemerintah untuk meniadakan peran Pertamina guna lebih jauh mengelola sumber daya alam, khususnya sektor energi. Padahal Pertamina sudah sangat terbukti mampu mengelola migas dari hulu hingga hilir.
"Karena itu, pemerintah membentuk BUMN Khusus sektor migas untuk mengurusi dan mengelola energi nasional. Pemerintah hanya perlu meningkatkan status Pertamina sebagai BUMN Khusus yang memang dimandatkan untuk menjadi single operator dalam pengelolaannya dan menunjukkan komitmennya untuk membuat Pertamina sebagai perusahaan kelas dunia." ujarnya dalam diskusi secara virtual, di Jakarta, Jumat (15/5/2020).
Sambung dia, "Sejauh ini pemerintah sebenarnya sudah melangkah cukup baik dengan membentuk holding migas di bawah kendali Pertamina. Karena itu, akan lebih relevan dan optimal jika holding tersebut disempurnakan dengan mengintegrasikan satu BUMN baru (yang mungkin nanti dibentuk) ke dalam holding migas, sehingga Pertamina tetap menjadi leading company," ujarnya.
Dengan menjadi kustodian, Pertamina dapat membukukan pendapatan bagian pemerintah dari first trench petroleum (FTP) dan equity to split (ETS) sebagai bagian dari penerimaan. Menurut Woodmac, sebagai kustodian Pertamina sebagai pimpinan holding akan menikmati berbagai peningkatan kinerja korporasi berupa cadangan terbukti migas, produksi migas, pendapatan korporasi dan keuntungan korporasi. Peningkatan ini diperoleh secara otomatis tanpa perlu suntikan penyertaan modal negara (PMN) dari pemerintah.
Manfaat lebih lanjut bagi holding BUMN migas adalah meningkatnya aset dan kemampuan memupuk modal untuk berinvestasi, termasuk peningkatan peringkat kredit. Peningkatan modal dan rating utang ini akan menambah kemampuan berinvestasi holding migas untuk digunakan menambah cadangan terbukti, kemampuan produksi dan membangun infrastruktur yang sangat berguna bagi peningkatan ketahanan energi nasional.
Marwan mengatakan, dengan berbagai manfaat di atas, maka sejumlah ketentuan terkait aspek penguasaan negara melalui holding BUMN migas dan kustodian aset migas oleh holding BUMN harus masuk dan ditetapkan dalam RUU Cipta Kerja.
“Sejalan dengan itu RUU juga perlu memuat ketentuan terkait peningkatan aspek good corporate governance (GCG) pengelolaan holding, termasuk mekanisme dan sistem perlindungan terhadap berbagai intervensi dan kepentingan oligarki penguasa-pengusaha yang selama ini sudah memeras dan merusak banyak BUMN di Indonesia,” tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil