Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dihantam Corona, BI-OJK Bilang Ekonomi Jabar Masih Aman

        Dihantam Corona, BI-OJK Bilang Ekonomi Jabar Masih Aman Kredit Foto: Antara/Raisan Al Farisi
        Warta Ekonomi, Bandung -

        Dampak pandemi Covid-19 (corona) sangat memengaruhi sektor industri, perdagangan, ekonomi, sosial dan lainnya. Khusus di bidang ekonomi, berimbas langsung pada sebagian besar industri  Jawa Barat terutama di kawasan Bekasi, Karawang, Purwakarta, dan sekitarnya.

        Kepala Divisi Stabilisasi Ekonomi Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Provinsi Jawa Barat Rahmat Taufik mengatakan dampak tersebut sudah dirasakan sejak akhir tahun 2019 akibat perang dagang yang digulirkan antara Amerika Serikat dan China. Bahkan dengan pandemi ini, tekanan bagi dunia industri Jabar menjadi ganda. 

        "Dampaknya sudah jelas sejak akhir 2019 lalu, sehingga pertumbuhan ekonomi Jabar di bawah nasional, kerena bahan baku beberapa masih bergantung ke luar negeri, termasuk China," kata Rahmat dalam video conference di Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat (15/5/2020) sore.

        Baca Juga: Ya Ampun! Lagi Corona Begini Anies Minta Duit Rp700 M Buat yang Enggak-Enggak...

        Baca Juga: Peringatan WHO soal Corona Tak Bisa Hilang, Bamsoet: Utamakan Sektor Kesehatan!

        Rahmat yang juga Kepala Biro Ekonomi Setda Provinsi Jabar juga mengungkapkan ketika skala wabah meningkat, banyak pelabuhan di China ditutup yang menghambat proses produksi, termasuk bahan baku untuk alat pelindung diri (APD). “Inilah juga yang mengakibatkan banyak PHK,” tambahnya.

        Menurutnya, Jabar memegang peran strategis dalam menopang perindustrian nasional. Sebanyak 20 persen pabrik manufaktur Indonesia ada di Jawa Barat dan hampir sebagian besar manufaktur ini tujuannya ekspor. Misalnya, automotif, elektronik, tekstil, hampir semua di Jawa Barat. 

        Selain industri manufaktur, pandemi juga berdampak pada pariwisata. Diketahui, Jawa Barat juga merupakan daerah tujuan wisata. Sementara tempat wisata semua ditutup, sehingga berbagai sektor terdorong juga untuk mundur seperti kuliner, perhotelan, dan tenaga kerja lain yang ada di pariwisata.

        "Tentu ini berdampak langsung terhadap daya beli masyarakat. Selain itu, pangan terhambat, karena pasar induk mengurangi omzetnya, karena pasokannya juga berkurang," ujarnya.

        Bahkan saat ini, kata Rahmat, petani dan peternak pun kesulitan menjual komoditasnya karena tidak ada pembeli. Ironi terjadi karena di tingkat produksi harga jatuh, tapi di tingkat konsumen harga tetap melambung tinggi. Hal inilah yang menyebabkan angka inflasi di Jabar masih tinggi.

        "Mei seharusnya puncaknya panen. Padi harusnya panen, peternak sudah menyiapkan pula untuk panen di bulan puasa dan lebaran, peternak kesulitan menjual," ungkapnya.

        Menanggapi kondisi tersebut, Pemerintah Daerah Provinsi (Pemda Prov) Jawa Barat berkoordinasi dengan asosiasi pengusaha dan pemerintah kota kabupaten. Misalnya di sektor pangan Jabar masih melakukan berbagai koordinasi untuk penyerapan di sentra produksi, juga di berbagai pasar.

        Sedangkan untuk masyarakat menengah/kecil, selain bansos dari pemerintah pusat, Pemda Prov Jabar bekerja sama dengan PT Pegadaian agar masyarakat tetap bertahan dan mengamankan asetnya. Bahkan, Pemda Provinsi Jabar juga mengeluarkan Bantuan Tidak Terduga untuk menyerap produk APD yang dibuat oleh UKM. 

        “Ini membuat Jawa Barat juga daerah penghasil APD di masa pandemi ini, sekaligus sedikitnya menyelamatkan ekonomi,” tegasnya.

        Adapun, Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan II dan Manajemen Strategis Kantor Regional II Jawa Barat, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Lasdini Purwanti, mengatakan kinerja keuangan perbankan Jabar triwulan I/2020 masih cukup baik, walaupun turun dibanding tahun lalu.

        "Tapi masih tumbuh kredit, kemudian juga Dana Pihak Ketiga (DPK) dan aset masih ada pertumbuhan di TW I ini. Kemudian kita harap tidak terlalu turun karena sudah ada berbagai stimulus yang dikeluarkan pemerintah, yang ditindak lanjuti juga oleh peraturan- peraturan OJK," jelasnya. 

        Sedangkan Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah masih terjaga karena adanya kebijakan restrukturisasi, dimana untuk kreditur yang mengajukan restrukturisasi diangkap kategori lancar. Sehingga perhitungan NPL tidak seketat sebelum ada pandemi Covid-19.

        "Jadi meskipun ada penurunan dibanding tahun lalu, tapi masih terjaga," tegasnya. 

        Pada kesempatan yang sama, Direktur Kepala Grup Advisory dan Pengembangan Ekonomi, Kantor Perwakilan (KpW) Bank Indonesia (BI) Jawa Barat, Pribadi Santoso mengakui dampak Covid- 19 cukup multidimensi. 

        Terbukti, laju pertumbuhan ekonomi Jabar yang biasanya maju di angka 5 persen bahkan di atas nasional, namun pada triwulan I/2020 LPE-nya ada diangka 2,73 persen.

        "Kita tahu pertumbuhan nasional 2,97 persen, penyusutannya lumayan dalam, dari sisi pertumbuhan ekonomi. Ini akan berpengaruh pada income, daya beli masyarakat, termasuk dunia usaha, saya kira semua terpengaruh," katanya.

        Menurutnya, upaya yang dapat dilakukan adalah menjaga daya beli masyarakat terutama masyarakat kurang mampu, di antaranya melalui bantuan sosial (bansos). Kedua, menjaga keberlangsungan aktivitas ekonomi dalam physical distancing, yakni menghidupkan pasar jual beli secara online bekerja sama dengan fintech.

        "Kami juga meng-online-kan pasar tradisional, yang bekerjasama dengan kepala dinas terkait pasar. Contoh kemarin pasar Cikurubuk online di Tasikmalaya, agar kegiatan ekonomi tetap berjalan tapi dilakukan secara higienis," tuturnya.

        Ketiga, BI harus menjaga ketersediaan uang kartal yang higienis juga. "Jadi uang yang keluar dari ATM dari kasir perbankan sudah dikarantina. Misalnya, ada uang masuk 14 hari harus diam dulu, tidak disentuh. Sehingga uang kartel waktu diedarkan ke masyarakat sudah melalui proses sehingga virus diharapkan sudah mati," jelasnya.

        "Beberapa bank di ATMnya juga memasang hand sinitizer, meminimalkan virus di uang kartel," tambahnya.

        Terakhir, lanjut Pribadi, Jabar harus segera menyiapkan industri atau usaha yang kemarin tutup ketika dibuka bisa langsung bisa beroperasi kembali terutama UMKM. Harus dipastikan ketika pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dibuka unit usaha bisa langsung digerakan.

        "Kami sedang jajaki pilot projek terkait pengadaan gudang di daerah produsen, dan kota konsumen. Pemasoknya bisa didaerah dan konsumen di kota- kota. Sehingga kegiatan ekonomi bisa berjalan meski belum ideal," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rahmat Saepulloh
        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: