Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pesantren NU Tolak Diterapkan New Normal, Kasus Masih Tinggi dan Makin Meluas

        Pesantren NU Tolak Diterapkan New Normal, Kasus Masih Tinggi dan Makin Meluas Kredit Foto: Antara/Irwansyah Putra
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Asosiasi Pesantren Nahdlatul Ulama mendorong pemerintah menunda kebijakan normal baru bagi kalangan ponpes jika pemerintah belum siap karena tempat santri belajar dapat menjadi klaster baru COVID-19.

        "Terhadap pesantren, pemerintah belum memiliki perhatian dan kebijakan khusus untuk menangani COVID-19," kata Ketua Pengurus Pusat Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI/Asosiasi Pesantren NU) Abdul Ghofarrozin kepada wartawan di Jakarta, Jumat.

        Baca Juga: Tanda-tanda New Normal Bakal Diterapkan, Anak-anak Sekolah di Surabaya Siap Masuk Lagi?

        \Menurut dia, tiba-tiba pemerintah mendorong pelaksanaan normal baru dalam kehidupan pesantren. Hal demikian mengkhawatirkan karena alih-alih menyelematkan pesantren dari COVID-19, pesantren yang berbasis komunitas dan komunal justru dapat menjadi klaster baru penularan virus corona jenis baru itu.

        Dia mengatakan jumlah kasus terkonfirmasi positif COVID-19 masih tinggi serta persebarannya makin meluas. Sementara untuk mencegah penularan corona sangat sulit dilakukan di pesantren karena jika aktivitas normal, maka potensi penularan makin tinggi.

        "Keadaan demikian seharusnya membuat pemerintah tetap waspada dan memastikan aturan, seperti PSBB, dapat berjalan secara efektif, namun cenderung akan ada pelonggaran dan sangat berisiko makin meluasnya persebaran COVID-19, termasuk dalam lembaga pendidikan," katanya.

        Untuk itu, Abdul menyebut kebijakan normal baru di pesantren sebaiknya tidak diterapkan apabila tidak ada dukungan pemerintah dalam menjaga ponpes dari risiko penyebaran corona.

        "Dukungan fasilitas kesehatan untuk pemenuhan pelaksanaan protokol kesehatan, seperti rapid test, hand sanitizer, akses pengobatan dan tenaga ahli kesehatan," katanya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: