Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) menuai polemik karena banyak ditolak. RUU HIP dinilai tak punya urgensi sama sekali di tengah kondisi kesulitan negara menghadapi krisis akibat pandemi Corona (Covid-19).
Demikian disampaikan Wakil Ketua Umum DPP Gerindra, Fadli Zon. Menurut dia, RUU HIP melanggar fatsun ketatanegaraan dan sudah terlihat dengan penolakan dari berbagai elemen masyarakat.
Dia menjelaskan RUU HIP bukan cuma direvisi, tapi juga layak segera ditarik. Ada beberapa argumen yang disampaikan Fadli terhadap bobrok RUU tersebut.
Baca Juga: Ikut Komentari Kasus Novel, Fadli Zon: Keadilan Cari Jalannya Sendiri
"Lihat saja rumusan identifikasi masalahnya. Kalau kita baca naskah akademik RUU HIP, rumusan identifikasi masalah semacam itu sebenarnya lebih tepat diajukan saat kita hendak merumuskan undang-undang dasar, bukannya undang-undang," kata Fadli dalam keterangannya, Selasa (16/6/2020).
Dia mengingatkan Pancasila adalah dasar negara. Artinya, jadi acuan dari segala sumber hukum, regulasi seperti UU. Namun, dalam RUU HIP ini ironis karena ingin jadikan Pancasila sebagai UU itu sendiri.
"Standar nilai kok mau dijadikan produk yang bisa dinilai? Menurut saya, ada kekacauan logika di sini," lanjut Anggota Komisi I DPR itu
Fadli menambahkan, Pancasila tak boleh diatur UU. Sebab, seluruh produk hukum dan perundang-undangan menjadi implementasi dari Pancasila. Namun, berbeda dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Satu-satunya UU yang bisa mengatur institusionalisasi Pancasila hanyalah UUD 1945 dan bukan undang-undang di bawahnya, termasuk bukan juga oleh omnibus law. Kalau diteruskan, ini akan melahirkan kerancuan yang fatal dalam bidang ketatanegaraan," jelas Fadli.
Pun, ia mengkritisi bila RUU HIP cacat formil dan berpretensi menjadi omnibus law. Padahal, kajian akademiknya tak dimaksudkan demikian. Belum lagi isi RUU ini yang melebar ke mana-mana karena terdapat berbagai isu.
"RUU ini ingin mengatur berbagai isu, mulai dari soal demokrasi, ekspor, impor, telekomunikasi, pers, media, riset, hingga soal teknologi. Isinya jadi ke mana-mana," ujarnya.
Kemudian, Fadli curiga jika RUU HIP hanya dimunculkan untuk memperkuat Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Padahal, implementasi BPIP tak terlalu diperlukan karena dinilainya hanya menambah beban negara.
"Pernyataan pimpinannya sering membuat kegaduhan dan berpotensi memecah belah bangsa," tuturnya.
Lalu, alasan lain RUU ini perlu ditarik karena tak punya urgensi sama sekali. Terlebih, sekarang negara Indonesia sedang kesulitan menghadapi bencana pandemi Corona.
"RUU ini tak punya urgensi sama sekali. Kita saat ini sedang menghadapi bencana pandemi Covid-19," kata Fadli.
"Dengan munculnya RUU ini, kita kembali bertengkar soal ideologi, kotak pandora yang sebenarnya secara formil sudah kita tutup sejak lama," ujarnya.
Fadli juga menyinggung potensi RUU ini yang bisa memerintahkan pembentukan kementerian/badan baru di luar Badan Haluan Pembinaan Ideologi Pancasila. Ia menyebut Pasal 35 dan 38 yang mengatur setidaknya ada tiga badan/kementerian baru yang akan diperintahkan dibentuk oleh RUU tersebut.
"Negara saat ini sedang susah. Anggaran lembaga negara yang sudah ada saja kini banyak dipotong untuk menutup defisit dan mengatasi pandemi, ini kok malah mau membentuk lembaga baru, lebih dari dua lagi. RUU ini jelas tak penting dan tidak memiliki sensitivitas krisis," jelasnya
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: