Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Gegara Pemanasan Global, Suhu Antartika Naik 1,8 Derajat Celsius

        Gegara Pemanasan Global, Suhu Antartika Naik 1,8 Derajat Celsius Kredit Foto: John B. Weller-Pew Charitable Trust
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Penelitian menemukan bahwa Kutub Selatan terkena dampak dari pemanasan global. Penelitian juga menemukan bahwa suhu di Antartika naik 1,8 derajat celsius, dikutip Sindonews.

        Kutub Selatan memiliki banyak sekali lapisan es tebal yang bermanfaat untuk kelangsungan hidup manusia. Namun, hampir setiap tahun jumlah es di kutub Selatan menipis akibat pemanasan global.

        Penelitian yang dipimpin profesor dari Universitas Ohio, Ryan Fogt, dan alumni kampus itu, Kyle Clem, mengungkapkan bahwa Kutub Selatan telah mengalami pemanasan global yang tidak biasa.

        Pemanasan global luar biasa itu terjadi lebih dari tiga kali dalam waktu 30 tahun terakhir. Fogt merupakan profesor meteorologi dan direktur Laboratorium Scalia untuk analisis atmosfer. Adapun Clem penulis hasil penelitian dengan tim ilmuwan internasional.

        Baca Juga: Janji Perangi Pemanasan Global, Orang Terkaya Dunia Kerahkan Rp28 Triliun, Katanya Untuk. . .

        Hasil penelitian mengatakan bahwa periode pemanasan ini lebih didorong oleh variabilitas iklim tropis alami. Namun, ada kemungkinan bahwa pemanasan yang terjadi akibat penambahan gas rumah kaca.

        Saat ini, Clem belajar tentang ilmu iklim di Universitas Victoria Vellington di Selandia Baru. Ia adalah anak didik Fogt untuk mendapatkan gelar sarjana dan master di Universitas Ohio.

        “Saya memiliki hasrat untuk memahami cuaca dan daya tarik kekuatan dan ketidakpastiannya sejauh yang saya ingat,” kata Clem.

        Clem menceritakan pengalamannya, yaitu dia dapat mempelajari semua tentang Antartika dan iklim Belahan Selatan, selama bekerja dengan Fogt. Lebih khusus dia belajar bagaimana Antartika Barat bisa memanas dan lapisan esnya menipis yang berkontribusi pada kenaikan permukaan air laut.

        “Saya juga belajar bahwa Antartika mengalami beberapa cuaca yang paling ekstrem dan variabilitas di planet ini, dan karena lokasinya yang terpencil, kita sebenarnya tahu sedikit tentang benua itu. Jadi ada kejutan dan hal-hal baru untuk dipelajari tentang Antartika setiap tahun,” katanya.

        Iklim Antartika menunjukkan beberapa rentang suhu terbesar selama tahun ini. Beberapa tren suhu terbesar juga terjadi di planet ini dengan kontras regional yang kuat. Sebagian besar Antartika Barat dan Semenanjung Antartika mengalami pemanasan dan penipisan lapisan es pada akhir abad ke-20. Wilayah pedalaman yang terpencil dan tinggi di Kutub Selatan juga hanya mendingin hingga 1980-an, kemudian menghangat secara substansial.

        Pemanasan yang terjadi cenderung dipengaruhi oleh perubahan iklim alami dan atropogenik. Namun, kemungkinan ada kontribusi individu dari masing-masing faktor meski belum dapat dipahami dengan baik.

        Clem dan timnya menganalisis data stasiun cuaca di Kutub Selatan dan model iklim untuk memeriksa pemanasan di pedalaman Antartika. Mereka menemukan antara 1989 dan 2018, Kutub Selatan telah memanas sekitar 1,8°C selama 30 tahun terakhir dengan laju peningkatan +0,6°C setiap dekade.

        Hasil penelitian juga menemukan bahwa peningkatan suhu panas tinggi terjadi di bagian dalam Antartika selama 30 tahun terakhir. Hal ini didorong oleh daerah tropis, khususnya suhu lautan, hangat di Samudra Pasifik tropis barat yang mengubah angin di Atlantik Selatan dekat Antartika dan meningkatkan pengiriman panas.

        Clem dan Fogt berpendapat bahwa tren pemanasan ini tidak mungkin merupakan hasil dari perubahan iklim alami saja. Ada faktor lain yang menyebabkan naiknya suhu di Antartika. “Sejak awal saya dan Clem bekerja sangat baik dan mampu mencapai lebih banyak sebagai tim dari pada kami secara individu,” kata Fogt.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Fajar Sulaiman

        Bagikan Artikel: