Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dikabarkan akan membeli delapan pesawat MV-22 Osprey Block C dengan biaya mencapai 2 miliar dolar AS atau setara Rp28,9 triliun. Meski beli senjata bagus untuk menjaga kedaulatan negara, tapi Ketua umum Partai Gerindra itu diingatkan, saat ini negara lagi tongpes alias kantong kempes karena digempur corona.
Pembelian pesawat itu mengemuka ketika Badan Kerja Sama Pertahanan Keamanan AS atau Defense Security Cooperation Agency (DSCA) memuat informasi soal itu di situs resminya, https://dsca.mil, pada 6 Juli lalu.
Dalam situs itu disebutkan, Pemerintah Indonesia telah mengajukan pembelian delapan pesawat MV-22 Osprey Block C dengan biaya mencapai 2 miliar dolar AS atau setara Rp28,9 triliun. Kapan waktu pengajuannya, tak disebut rinci.
Baca Juga: Gak Main-main, AS Bakal Dikeroyok China-Rusia
Paket pembelian delapan pesawat angkut militer tersebut dilengkapi pula dengan sejumlah perangkat. Di antaranya, 20 senapan mesin 7,64 mm M240D, 20 senapan mesin GAU 21, 24 mesin Rolls Royce AE 1107C, 20 radar FLIR (forward looking infrared) AN/AAQ27, 20 AN/ARN-153 tactical airborne navigation systems, dan 20 traffic collision avoidance systems (TCAS II), dan peralatan lainnya.
DSCA menyebut, Kemenlu AS menyetujui kemungkinan penjualan Pesawat MV22 Block C Osprey beserta persenjataan lainnya kepada Indonesia. Usulan penjualan pesawat ini telah disampaikan kepada Kongres AS.
Rencana penjualan pesawat tersebut kemungkinan disetujui karena Indonesia dianggap penting sebagai penjaga stabilitas politik dan kekuatan eko nomi di kawasan Asia-Pasifik. "Ini sangat penting untuk Amerika Serikat membantu Indonesia mengembangkan dan mempertahankan kemampuan pertahanan diri yang kuat dan efektif," tulis DSCA dalam situsnya itu.
Usulan penjualan peralatan ini juga diklaim tidak akan mengubah keseimbangan militer di kawasan. "Tidak akan ada dampak buruk pada kesiapan pertahanan AS sebagai hasil dari usulan penjualan ini," tulis DSCA.
Jika rencana pembelian ini berjalan mulus, Indonesia akan menjadi negara ketiga di dunia yang mengoperasikan pesawat tersebut, selain AS dan Jepang. Pesawat yang dikembangkan oleh BellBoeing, perusahaan patungan (joint venture) antara Boeing dan Bell Helicopter Textron, itu merupakan pesawat yang unik dengan perpaduan antara helikopter dan pesawat terbang baling-baling.
Pesawat berteknologi tiltrotor ini dapat lepas landas dan mendarat secara vertikal layaknya sebuah helikopter. Pesawat ini mampu mengangkut 24 personel, kargo internal 9 ton atau 6,8 ton kargo eksternal.
Selain dapat mengangkut penumpang dan barang muatan, pesawat berbobot 30 ton ini juga dapat menjalankan misi pencarian dan penyelamatan tempur, serta mendukung pengangkutan logistik armada dan menyediakan transportasi jarak jauh untuk operasi khusus.
Pengamat Militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menilai Indonesia memang perlu pesawat dengan spesifikasi kemampuan angkut, penyelamatan, dan evakuasi semacam itu.
"Tapi, pesawat ini cukup mahal untuk dibeli di saat anggaran kita sedang perlu dialokasikan untuk hal-hal yang lebih prioritas dan kemampuan negosiasi kita masih buruk," ujar Fahmi kemarin.
Fahmi juga mengingatkan, pesawat itu dinilai kurang safety bagi penerbang dan penumpangnya. "Di Amerika sendiri, banyak opini negatif dari para pakar dan pemerhati penerbangan terkait Osprey ini," imbuh dia.
Melansir Aviation Safety Network, jumlah kecelakaan yang melibatkan MV-22 Osprey mencapai 30 kali sejak 1991. Sedangkan dalam lima tahun terakhir, insiden yang melibatkan MV-22 Osprey mencapai 16 kali.
Senada, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Mohammad Faisal memandang pembelian pesawat yang digunakan korps marinir AS itu, tak tepat dilakukan saat ini. Dia mengingatkan, negara saat ini sedang tongpes.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah dua kali merevisi APBN karena kebutuhan belanja negara terus membengkak akibat dampak pandemi virus corona.
Baca Juga: PDIP Tumbalkan Rieke, Pengamat Endus Riak-riak Perpecahan
Sekjen Kemenhan, Marsdya TNI Donny Ermawan mengatakan, Indonesia belum berencana mendatangkan pesawat angkut produk Amerika Serikat tersebut. "Belum, kita belum ada untuk merencanakan pesawat yang Osprey," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenhan Marsdya TNI Donny Ermawan Taufanto di Gesung DPR, kemarin.
Donny mengatakan, keterangan yang disampaikan Departemen Luar Negeri (Deplu) Amerika Serikat sebagai bentuk penawaran. Pemerintah belum menanggapi tawaran tersebut. "Intinya kita belum ada mengarah pembelian ke sana," ungkap dia.
Kepala Biro Humas Setjen Kemenhan, Brigjen Ignatius Eko Djoko Purwanto mengatakan, sampai saat ini kebutuhan alutsista masih dibahas. Belum ada yang terealisasi. "Jadi itu saja yang bisa saya kasih keterangan. Masih dibahas di angkatan mungkin," tuturnya saat dihubungi Rakyat Merdeka, tadi malam.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti