Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pandemi, Penjualan Produk Fesyen Pria Cottonology Meningkat 60%

        Pandemi, Penjualan Produk Fesyen Pria Cottonology Meningkat 60% Kredit Foto: Unsplash/Hannah Morgan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Produsen fesyen pria asal Bandung, Cottonology, berhasil melewati masa krisis pandemi pada tiga bulan pertama saat wabah tersebut dinyatakan masuk ke Indonesia. Seolah melawan tren, penjualan produk pakaian pria ini justru meningkat 60%.

        Carolina Danella Laksono, pendiri Cottonology, mengungkapkan, salah satu faktor yang mendorong peningkatan ini adalah peraturan PSBB yang ditetapkan pemerintah untuk daerah-daerah yang termasuk zona merah dan kuning. Pemasaran online yang mendominasi pertumbuhan bisnis Cottonology membuat masyarakat dari berbagai daerah, khususnya yang masih rawan dengan potensi penyebaran Covid 19, memilih untuk membeli produk pakaian untuk bekerja dan bersantai selama di rumah lewat e-dagang yang sudah populer di Indonesia.

        Baca Juga: Cerita Fashion Influencer, Sukses Bangun Brand Sendiri hingga Bisnisnya Mulai Menggurita

        Menurut lulusan University of California, Berkeley ini, meski industri fesyen terpengaruh pandemi, kreativitas tanpa mengurangi kualitas dalam menciptakan produk-produk baru menjadi strategi jitu untuk tetap eksis selama masa sulit. Dengan demikian, produksi tidak akan berhenti karena masyarakat tetap membeli.

        "Dampak ekonominya, Cottonology di masa pandemi ini bisa menyerap tambahan tenaga kerja baru di bagian produksi di atas 5%. Ini cukup signifikan dalam menggerakan sektor mikro di Bandung," ujar Danella.

        Untuk terus bisa menambah jumlah tenaga kerja yang mayoritas berasal dari masyarakat sekitar Bandung, Cottonology pun meluncurkan item-item baru selama pandemi Covid-19. Tenaga kerja bukan sekadar di bagian produksi seperti menjahit atau menenun saja, tapi juga bagian desainernya.

        Misalnya, kemeja menjadi salah satu produk terlaris karena desainnya yang memang mengikuti tren pasar dengan menggunakan teknik tenun, bukan cetak, jadi corak luar dan dalam bajunya sama. Saat ini, Cottonology memiliki tiga orang tim desainer lulusan teknologi tekstil di Cottonology, yang semuanya mahir mengoperasikan mesin-mesin berteknologi Jerman dan Jepang yang dimiliki. Ke depannya, Cottonology akan terus membutuhkan desainer baru demi memenuhi permintaan pasar yang makin bertambah.

        "Kami melihat fesyen itu tidak saja tentang apa yang kita lihat, tapi juga apa yang bisa kita rasa. Kalau indah di mata, tetapi tidak nyaman untuk dihirup, filosofi fesyen itu tidak tercapai. Sebab bagi kami, fesyen adalah aktualisasi diri secara utuh, bukan sekadar mata saja," ungkap Danella.

        Cottonology merupakan bagian dari PT GM Textile, perusahaan yang telah eksis di Indonesia lebih dari 60 tahun dengan fokus pada produksi kain tenun. Cottonology berhasil masuk top selling ranked di platform e-dagang Indonesia seperti Shopee, Lazada, BliBli, Tokopedia, dan BukaLapak.

        Saat ini, Cottonology telah menjual lebih dari 400 ribu item pakaian pria di seluruh Indonesia. Dalam proses produksi, UKM ini melibatkan penjahit lokal di sekitar Bandung yang terdiri dari perajin rumahan, individu, atau lepasan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Agus Aryanto
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: