Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Intervensi Masalah dengan China, Australia Geram pada AS

        Intervensi Masalah dengan China, Australia Geram pada AS Kredit Foto: AP Photo
        Warta Ekonomi, Sydney -

        Australia menolak desakan Amerika Serikat untuk lebih tegas menentang China dengan memperbanyak operasi di Laut China Selatan. China menuding Amerika Serikat sengaja ingin memperkeruh situasi di kawasan ini.

        Sikap Australia mengemuka menjelang berlangsungnya pembicaraan tingkat tinggi di Washington antara Menlu Marise Paine dan mitranya Menlu Amerika Serikat, Mike Pompeo.

        Baca Juga: LCS Memanas, China Buktikan Mampu Lumat Habis Militer Australia

        Menlu Marise Payne bersama Menteri Pertahanan Linda Reynolds terbang ke Amerika Serikat awal minggu ini untuk menghadiri pembicaraan tahunan AUSMIN.

        Pembahasan dalam forum kali ini terfokus pada China dan bahkan kedua negara mengutuk tindakan keras Beijing terhadap Hong Kong.

        Australia dan AS juga berjanji untuk bekerjasama melawan kampanye disinformasi yang disponsori China.

        Kedua negara telah menandatangani "pernyataan prinsip" untuk memperluas kerjasama pertahanan, kesehatan dan pembangunan.

        Namun Australia tampaknya masih menolak desakan Amerika Serikat untuk bersikap lebih tegas lagi dalam melakukan operasi kebebasan pelayaran, atau freedom of navigation di Laut China Selatan.

        Saat ditanya apakah Amerika Serikat telah mendesak Australia untuk melakukan operasi lebih dekat ke pulau-pulau yang dipersengketakan serta dikuasai oleh Beijing, Menhan Linda Reynolds menyatakan hal ini merupakan "bahan pembicaraan".

        "Pendekatan kami tetap konsisten. Kami akan terus transit melalui kawasan itu sesuai ketentuan hukum internasional," kata Menhan Reynolds.

        Pekan lalu, ABC melaporkan kapal-kapal perang Australia sempat berhadapan dengan kapal-kapal Angkatan Laut China saat berlayar melalui wilayah itu ke Laut Filipina untuk latihan bersama Angkatan Laut Amerika Serikat dan Jepang.

        Australia telah menunjukkan sikap lebih keras terhadap klaim teritorial Beijing di Laut China Selatan dan menyebut aktivitas negara itu ilegal.

        Baca Juga: RI-Australia Jalin Kerja Sama Pemulihan Pariwisata Akibat Pandemi

        Menlu Payne menyatakan meski Australia umumnya sependapat dengan Amerika Serikat, kedua negara tidaklah secara otomatis sepakat untuk setiap permasalahan.

        "Yang paling penting, dari sudut pandang kami, kami membuat keputusan dan penilaian sendiri sesuai kepentingan nasional Australia, menjaga keamanan, kemakmuran dan nilai-nilai kami," katanya.

        "Hubungan kami dengan China penting dan kami tidak punya niat untuk merusaknya. Tapi kita juga tidak ingin melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kepentingan kami," kata Menlu Payne.

        Namun Amerika Serikat dan Australia menyatakan keprihatinan serius terhadap pemaksaan dan destabilisasi di seluruh Indo-Pasifik dan menyebut klaim maritim Beijing di Laut China Selatan "tidak sah menurut hukum internasional".

        Menlu Amerika Serikat, Mike Pompeo sebelumnya memuji Australia dan mengatakan kedua negara harus bekerja sama untuk menegakkan kembali aturan hukum di kawasan tersebut.

        "Amerika Serikat memuji Pemerintahan Morrison [PM Australia] karena membela nilai-nilai demokrasi dan supremasi hukum, meskipun ada tekanan intensif dari Partai Komunis China untuk tunduk pada keinginan Beijing," katanya.

        Pangkalan pengisian bahan bakar di Darwin

        Perundingan AUSMIN juga membahas rencana untuk membangun pangkalan pengisian bahan bakar untuk militer yang didanai AS di Kota Darwin. Pangkalan ini untuk memastikan mesin perang Amerika tidak akan terganggu dari segi pasokan bahan bakar.

        Saat ini, Australia menyimpan cadangan bahan bakarnya di AS karena lebih murah, tapi Pemerintah Federal Australia telah berjanji membangun cadangan domestiknya sendiri.

        Baca Juga: Australia Tolak Mentah-Mentah Klaim China atas Laut China Selatan

        Menhan Linda Reynolds mengatakan pandemi COVID-19 mendorong perlunya Australia dan Amerika Serikat bekerjasama lebih erat lagi dibanding sebelumnya.

        "Hari ini, kami sama-sama mengalami perubahan besar dalam kerangka geopolitik yang menopang keamanan dan kemakmuran kami," katanya.

        Pertemuan AUSMIN merupakan kunjungan internasional pertama yang dilakukan oleh pejabat setingkat menteri di Australia sejak pandemi berlangsung.

        Kedua menteri ini akan menjalani karantina selama 14 hari setelah mereka kembali ke Australia.

        Tanggapan dari China

        Sementara itu, juru bicara Kemenlu China, Wang Wenbin dalam keterangan pers di Beijing pada hari Selasa (28/7/2020) menyatakan, belum lama ini Amerika Serikat mengirim dua kapal induk ke kawasan ini sembari meminta sekutunya untuk bergabung dan mengirimkan kapal-kapal perang demi "membuat kegaduhan di Laut China Selatan.

        "Tindakan ini merupakan berita buruk bagi perdamaian dan stabilitas regional dan tidak sejalan dengan kepentingan negara-negara di kawasan ini," katanya.

        "AS tidak menjadi salah satu pihak dalam permasalahan Laut China Selatan dan juga bukan penandatangan UNCLOS. Namun, mereka bersikeras mengangkat isu ini dengan cara melanggar komitmennya sendiri untuk tidak mengambil posisi terkait Laut China Selatan," kata Wang.

        Menurutnya, tindakan Amerika Serikat bertujuan untuk memicu pertikaian antara China dan negara-negara ASEAN, sehingga Amerika Serikat akan memiliki kartu untuk dimainkan dalam mengendalikan China.

        "Kami harus menyampaikan ke Pompeo (Menlu AS) bahwa Laut China Selatan itu bukanlah Hawaii," katanya.

        "Negara-negara di kawasan ini dan semua orang yang cinta damai tidak akan diam bila sejumlah politisi Amerika Serikat berusaha mengeruhkan situasi," tambah jubir Kemenlu China.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: