Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Penyiksaan Muslim Uighur Terparah Sejak Holocaust, Ini Alasannya

        Penyiksaan Muslim Uighur Terparah Sejak Holocaust, Ini Alasannya Kredit Foto: Foto/REUTERS/Thomas Peter
        Warta Ekonomi, London -

        Muslim Uighur selama beberapa tahun terakhir menjadi sorotan dunia karena diduga mengalami perlakuan kejam dari pemerintah Tiongkok.

        Meski tersebar banyak video yang diyakini menjadi bukti penyiksaan di kamp konsentrasi 'reedukasi', Republik Rakyat Tiongkok (RRT) berkali-kali menyangkal tuduhan tersebut. Namun, dunia terus menentang tindakan RRT. Setelah Amerika Serikat (AS) memberlakukan sanksi, kini giliran pemimpin agama yang bersuara lantang.

        Baca Juga: Tepis Isu, China: Populasi Muslim Uighur dari 5,55 Juta Jadi...

        Dikutip dari The Guardian, lebih dari 70 pimpinan agama di Inggris dari Muslim hingga Anglikan mendeklarasikan pernyataan bersama.

        Dipimpin oleh Rowan Williams, mantan Uskup Agung Canterbury, semuanya sepakat menganggap Muslim Uighur sedang menghadapi tragedi kemanusiaan yang terparah sejak Holocaust Yahudi oleh Nazi.

        Penahanan paksa setidaknya satu juta orang Uighur dan Muslim lainnya oleh pemerintah Tiongkok berpotensi menjadi genosida.

        Pasalnya, mereka dilaporkan menjadi korban kelaparan, penyiksaan, pembunuhan, kejahatan seksual, kerja paksa, dan penjualan organ.

        Deklarasi ini setidaknya ditandatangani lima Uskup Gereja Anglikan, Uskup Agung Koptik di London, Perwakilan Dalai Lama, para kardinal, imam, dan rabbi.

        Mereka mengatakan penderitaan Muslim Uighur 'menjadi pertanyaan terbesar bagi komunitas internasional atas komitmennya terhadap perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) kepada semua orang'.

        "Jelas-jelas Otoritas Tiongkok punya tujuan untuk menghapus identitas Uighur mereka," tegas para pemimpin agama dalam pernyataan tersebut.

        "Media pemerintah Tiongkok telah menyatakan tujuan mereka adalah 'menghapus keturunan, merusak akar budaya, memutus hubungan, dan melupakan asal usul mereka'," lanjut mereka.

        Semuanya sepakat bahwa perwakilan rakyat, pimpinan eksekutif, dan para hakim bertanggung jawab untuk menyelesaikan persoalan ini.
        "Dokumen tingkat tinggi milik Pemerintah Tiongkok berkata 'tanpa ampun'. Anggota parlemen, pemerintah, dan jaksa punya tanggung jawab menyelidikinya," imbuh mereka.

        Aksi para pemimpin agama ini muncul sebagai respon terhadap penyangkalan Tiongkok yang berulang kali diumbar di publik Inggris.

        Bulan lalu, Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab menyatakan tudingan langsung terhadap Tiongkok atas 'pelanggaran HAM yang menjijikan dan mengerikan'. Namun, Duta Besar Tiongkok untuk Inggris Liu Xiaoming menyebut semua bukti tuduhan pelanggaran HAM hanya berdasar pada video 'palsu'.

        Sebagai gantinya, Dominic berjanji untuk memberlakukan sanksi bagi Tiongkok yang tak mau terbuka pada petugas pengamat HAM dari PBB.

        "Kami mau hubungan yang positif dengan Tiongkok, namun kami tak melihat sikap itu dan tidak bisa dikatakan seperti demikian," tegasnya.

        Selain menandatangani deklarasi bersama, para pemimpin agama juga secara tegas menyatakan penindasan harus dihapuskan dari muka bumi.

        "Setelah Holocaust, dunia berkata 'jangan pernah lagi'. Hari ini, kita ulangi frasa 'jangan pernah lagi', terus menerus," kata mereka.

        "Kita membuat panggilan sederhana untuk keadilan, penyelidikan bagi kejahatan serupa, meminta pertanggungjawaban mereka dan membangun jalan menuju restorasi martabat manusia," tegas mereka lagi.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: